Wafatnya Rafsanjani Jadi Pukulan bagi Gerakan Reformasi Iran

Mantan Presiden Iran, Akbar Hashemi Rafsanjani, dianggap sebagai pelindung dari gerakan reformis terpinggirkan dan moderat.

oleh Citra Dewi diperbarui 09 Jan 2017, 09:09 WIB
Mantan Presiden Iran, Akbar Hashemi Rafsanjani (AP)

Liputan6.com, Teheran - Mantan Presiden Iran, Akbar Hashemi Rafsanjani tutup usia. Ia sempat dilarikan ke rumah sakit di Teheran setelah mengalami serangan jantung pada Minggu 8 Januari 2017 waktu setempat.

Dikutip dari New York Times, Senin (9/1/2017), hirarki politik di Iran telah terguncang dengan ketidakpastian akibat kepergian Rafsanjani. Ia merupakan mantan presiden dan sosok berpengaruh yang telah mendukung peningkatan hubungan Iran dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya.

Rafsanjani yang meninggal pada usia 82 tahun, juga dianggap sebagai pelindung dari gerakan reformis terpinggirkan Iran dan gerakan lain dengan pandangan yang lebih moderat.

Ia merupakan pendukung Presiden Iran yang menjabat saat ini, Hassan Rouhani. Pria kelahiran 25 Agustus 1934 itu juga merupakan orang dekat pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, meski keduanya memiliki perbedaan pendapat.

Kepergian Rafsanjani terjadi di tengah-tengah upaya Iran yang sedang menghadapi ketidakpastian hubungan dengan Amerika Serikat dan ekonomi mereka yang terisolasi.

Beberapa pihak juga menilai hal tersebut dapat memicu tumbuhnya semangat elemen ekstrem anti-Amerika dan menghambat adanya perbaikan hubungan dengan Amerika Serikat.

Kematiannya juga dianggap sebagai pukulan besar bagi kaum reformis dan moderat.

"Ia akan dirindukan," ujar seorang analis politik yang dekat dengan kaum reformis, Farshad Ghorbanpour. "Ia semakin tak berdaya, tapi memberi kami harapan. Sekarang kami harus berupaya tanpa dia."

Dalam sebuah pernyataan di website resminya, Khamenei menyatakan rasa dukanya atas kepergian Rafsanjani. "Hilangannya kawan dan sekutu, sahabat saya sejak 59 tahun lalu, sangat sulit dan menyayat hati."

Khamenei memuji kecerdasan Rafsanjani dan menyebutnya sosok yang dapat diandalkan. Ia juga menyebut perbedaan pandangan antara dirinya dengan Rafsanjani selama bertahun-tahun tak mematahkan persahabatan mereka.


Perjalanan Politik Rafsanjani

Ia adalah salah satu pemimpin revolusi Islam pada 1979 dan seorang pembantu pendiri republik Islam, Ayatollah Ruhollah Khomeini. Rafsanjani juga menjadi sosok berpengaruh untuk memilih Ayatollah Khamenei sebagai pengganti Khomeini.

Rafsanjani merupakan Presiden Iran pada periode 1989 hingga 1997. Namun setelah masa kepresidenannya selesai, rival politiknya menyita dukungannya kepada kaum reformis dan menjulukinya sebagai aristokrat, kapitalis, dan pendukung Islam Amerika.

Pada 2002 dukungan politiknya berkurang sangat rendah sehingga ia tak bisa mengumpukan suara untuk memenangkan kursi di Parlemen. Ia mengalami kekalahan memalukan saat melawan Mahmoud Ahmadinejad dalam pemilihan presiden tahun 2005.

Eks presiden Iran, Akbar Hashemi Rafsanjani meninggal dunia (Associated Press)

Setelah mengalami kekalahan, Rafsanjani berperan sebagai seorang politikus kritis dan makin bertentangan dengan Khamenei dalam hal arah revolusi. Di saat pemimpin tertinggi Iran mendukung ideologi anti-Barat, Rafsanjani memohon untuk memperbarui sistem politik dan berubahnya masyarakat Iran.

Pada tahun 2013, ia kembali mencoba memasuki dunia politik. Namun keputusannya untuk mencalonkan diri kembali dalam kepresidenan dilarang oleh Majelis Wali, di mana hal tersebut mengejutkan warga Iran.

Hal tersebut dilihat sebagai penolakan resmi terhadap ide-ide ekonomi liberal dan kebebasan.

Kantor berita Fars melaporkan, Rafsanjani akan dimakamkan pada Selasa 10 Januari 2017 dalam upacara pemakaman kenegaraan. Sekolah, kantor, dan organisasi pemerintah akan ditutup selama beberapa hari.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya