Presiden Suriah Mengaku Siap Mundur dari Jabatannya, Asal...

Kesiapannya itu ia nyatakan meskipun gencatan senjata di negeri itu ternoda oleh kedua belah pihak. Namun, Bashar al-Assad mengajukan syarat

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 09 Jan 2017, 19:40 WIB
Presiden Suriah Bashar Al-Assad Buka Puasa Bersama Tentara (SANA)

Liputan6.com, Damaskus - Presiden Suriah, Bashar al-Assad mengatakan ia siap untuk bernegosiasi isu apapun dalam rangka berdialog dengan para pemberontak pada bulan ini. Kesiapannya itu ia nyatakan meskipun gencatan senjata di negeri itu ternoda oleh kedua belah pihak.

Dialog yang digagas oleh Rusia --sekutu Suriah-- dan Turki yang mendukung pemberontak dijadwalkan akan digelar di Kazakhtan sebelum bulan Januari 2017 berakhir. Namun, pada minggu lalu, grup oposisi mengatakan mereka membekukan proses itu karena menganggap pemerintah melanggar perjanjian genjatan senjata.

Dikutip dari Independent, Senin (9/1/2017), kepada media Prancis Assad mengatakan gencatan senjata secara nasional telah dilanggar oleh pemberontak selama beberapa kali. Dia juga membela tentara Suriah yang berusaha merebut kembali Wadi Barada, sebuah lembah yang dikuasai pemberontak di dekat Damaskus di mana pasokan air utama ke ibukota telah dimatikan.

Banyak perselisihan antara pemerintah dan pemberontak dari kelompok yang dikenal sebagai Tentara Pembebasan Suriah terkait apakah faksi tertentu di Wadi Barada -- Al Qaeda atau jaringan ekstremis lain -- merupakan bagian dari gencatan senjata.

Ketika ditanya apakah ia akan bersedia untuk mundur sebagai presiden, seperti permintaan pemberontak, Assad mengatakan, "Ya, tapi posisi saya terkait dengan konstitusi."

"Jika oposisi ingin membahas titik ini mereka harus mendiskusikan konstitusi," katanya. Hal-hal yang berkaitan dengan konstitusional harus dilakukan referendum dan orang-orang akan memilih presiden pilihannya, tambahnya.

Posisi Assad dalam perang telah didukung secara signifikan setelah merebut kembali Aleppo bulan lalu. Kota tersebut adalah wilayah pertahanan terakhir kubu pemberontak di negara itu.

Sementara itu, PBB mengatakan Rusia tak henti-hentinya mendukung pengeboman wilayah terkepung yang dikuasai pemberontak itu. Di mana, badan itu mengatakan target penyerangan adalah infrastruktur sipil seperti rumah-rumah sakit, toko-toko roti. Aksi itu bisa disebut sebagai kejahatan perang.

Jika dialog bisa digelar, belum jelas siapa yang akan mewakili kelompok-kelompok oposisi Suriah. Pun, tidak ada tanggal pasti untuk negosiasi, yang seharusnya berlangsung di Astana.

Beberapa putaran pembicaraan yang ditengahi oleh PBB sejauh ini gagal untuk membawa perdamaian ke konflik hampir enam tahun lamanya.

Perang saudara yang kompleks itu telah menewaskan lebih dari 400.000 orang dan setengah penduduk Suriah mengungsi dan meninggalkan rumah mereka.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya