Sidang Dimulai, Ahok Tenteng Map Merah

Sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali digelar.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 10 Jan 2017, 09:26 WIB
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menengok ke pengunjung sidang lanjutan di Gedung Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/1). Sidang keempat berlangsung tertutup dan tidak boleh disiarkan langsung oleh media. (Liputan6.com/Irwan Rismawan/Pool)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, kembali digelar di Gedung Auditorium, Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.

Pantauan Liputan6.com, Selasa (10/1/2017), Ahok tiba beberapa menit setelah majelis hakim tiba di ruang sidang, yakni sekitar pukul 09.18 WIB. Mengenakan batik abu-abu bercorak biru muda dan menenteng map merah, Ahok langsung duduk di kursi terdakwa.

Namun, selang beberapa menit kemudian, Gubernur nonaktif DKI Jakarta tersebut, berpindah ke samping tim pengacaranya. Sementara, kursi yang sebelumnya diduduki Ahok ditempati saksi sidang.

Sidang kelima kasus dugaan penistaan agama tersebut beragendakan pemeriksaan saksi-saksi dari jaksa penuntut umum.

Lima saksi yang akan memberikan keterangan adalah Sekretaris Pusat Pemuda Muhamadiyah Pedri Kasman SP, Sekretaris Forum Umat Islam Bogor H Willyuddin Abdul Rasyid Dhani, dan advokat Muhammad Burhanuddin.

Selain itu, ada pendiri Yayasan Pembina Muallaf Irena Center dan Pondok Pesantren Muallafah Irena Center Irena Handono dan pengurus DKM Darussalam Ibnu Baskoro.

Kepolisian mengerahkan 2 ribu lebih personel untuk mengamankan jalannya sidang Ahok. Ribuan personel itu akan ditempatkan di empat ring, yakni di ruangan sidang, pelataran gedung Kementan, luar gedung Kementan, dan sekitaran gedung Kementerian Perhutanan.

Terkait kasus ini, Ahok didakwa dengan Pasal 156 dan Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atas dugaan penistaan agama terkait dengan Surat Al Maidah ayat 51.

Ahok dianggap telah mengatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu golongan masyarakat Indonesia. Dia diancam pidana paling lama 5 tahun penjara.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya