Liputan6.com,Sumenep - Moh. Hasan, salah seorang pemuda asal Dusun Karpote, Desa Kalinganyar, Kecamatan Arjasa, Kepulauan Kangean, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menyampaikan keluhannya ke Presiden Joko Widodo. Keluhan itu dicurahkan melalui surat terbuka.
Hasan mengungkapkan permasalahan di daerahnya, terutama soal minimnya fasilitas listrik. Menurut dia, penderitaan warganya belum berakhir hingga kini.
Baca Juga
Advertisement
Surat terbuka yang disampaikan kepada Presiden mengenai persoalan yang membelit masyarakat kepulauan di ujung timur Pulau Madura ini bukan yang pertama kalinya.
Ini surat keduanya untuk menyampaikan kembali permasalahan yang tidak kunjung mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, sehingga tak jarang masyarakat pulau merasa dianaktirikan.
Berikut ini isi lengkap surat terbuka Moh. Hasan, warga Pulau Kangean, untuk Presiden yang diperoleh Liputan6.com di Sumenep, Senin, 9 Januari 2017.
Kepada
Yth.
Bapak Presiden Ir. Joko Widodo
di
Istana Negara
Dengan Hormat,
Bersamaan dengan surat kami ini, semoga Bapak Presiden Republik Indonesia selalu diberikan kesehatan serta semangat yang tinggi untuk selalu maksimal dalam menjalankan tugasnya dalam menyejahterakan Bangsa Indonesia, begitu pula dengan keluarganya, baik istri dan anak-anaknya tetap diberikan kebahagian. Amin...!
Bapak Presiden yang kami muliakan, perkenalkan kami pemuda yang berasal dari Kepulauan Kangean, Kabupaten Sumenep, daerah terisolir yang tidak merasakan listrik Dua Puluh Empat (24) jam seperti daerah lain, yang membuat daerah kami tertinggal dan warganya miskin.
Bapak Presiden yang kami muliakan, bahwa surat ini bukan pertama kali kami tulis, namun ini yang kedua kalinya. Dulu kami juga menulis surat untuk Bapak per tanggal 17/06/21016 yang intinya mengadukan kepada Bapak tentang Segudang Persoalan di daerah kami, namun surat pertama kami belum ada respon dari bapak.
Tapi jujur kami tidak marah dan sedih, karena kami paham mungkin lagi banyak pekerjaan, apalagi saat ini Bapak lagi sibuk mengurusi negeri ini. Ditambah lagi kegaduhan yang terjadi, baik karena kasus penistaan agama, Aksi Bela Islam I,II,III, soal isu makar dan kegaduhan di dalam menteri atau kabinet Bapak, katanya.
Maaf bilang “katanya”, soalnya berita itu kami dikasih tahu saudara-saudara yang ada di daratan atau kota, karena kami jarang nonton berita, karena di Kangean listrik jarang nyala atau hidup.
Bapak Presiden yang kami muliakan, surat kedua ini kami tulis hanya khusus mau mengadukan tentang listrik, karena kami pingin menikmatinya selama 24 jam dan listrik ternyata sumber dari segala hal, kenapa? Karena kalau tidak ada listrik, warga kami jadi sengsara.
Buktinya ketika ada wanita mau melahirkan dan dibawa ke bidan desa, ketika proses melahirkan dan waktunya tepat malam hari si calon ibu bayi, tetangga dan keluarganya ini mulai resah, karena malam hari suasan kan gelap. Tentu listrik juga menjadi penunjang yang sangat mendesak, karena setelah kontraksi biasanya sesuatu yang dibutuhkan segera dipersiapkan.
Apalagi pas menjelang detik-detik bayi dalam kandungan sudah masuk fase pendorongan dan akan mau keluar, setelah itu bersamaan dengan listrik mati, otomatis Ibu Bidan yang menanganinya akan kalang-kabut.
Bukan tidak mungkin suasana jadi kacau dan akhirnya kalau perlu nyawapun menjadi taruhan atau si bayi dan ibunya tidak tertolong. Oleh karenanya listrik harusnya 24 jam, tapi sampai saat ini tidak ada.
Mengapa Langsung ke Presiden?
Bapak Presiden yang kami muliakan, kami dengar anak bungsu Bapak yang masih sangat muda sekarang sudah punya usaha sendiri tanpa minta uang lagi kepada Bapak karena sudah bisa mandiri, dan kami ingin sekali seperti itu. Tapi itu kami tidak bisa, mau buat usaha umpamanya, listrik disini tidak bisa digunakan untuk fasilitas karena menyalanya tidak menentu.
Akhirnya kami pergi ke sawah bertani dan itu tidak maksimal, karena tidak ada irigasi jadi menunggu datangnya musim penghujan dan katanya kalaupun ada irigasi itu juga butuh listrik. Akhirnya kami di sini hidup serba kekurangan atau jauh dari kata sejahtera.
Bapak Presiden yang kami muliakan, anak-anak sekolah di daerah kami sangat terbelakang, karena mereka tidak bisa belajar. Siang mereka sekolah, malam mereka akhirnya tidur untuk menanti cahaya matahari esok paginya. Karena mau belajar pada malam harinya tidak memungkinkan, karena listrik mati.
Kami mohon maaf iya Pak, karena anak-anak dari daerah kami tidak bisa membawa harum nama Indonesia di kancah internasional seperti anak-anak lain yang ada di kota. Karena kalau di sini anak-anak minim prestasi, maklum tidak maksimal belajarnya, lagi-lagi karena listrik.
Bapak Presiden yang kami muliakan, bahwa pemerintah di Kabupaten kami tidak bisa diandalkan, mereka seakan tidak peduli keadaan kami di pulau, mereka sibuk entah apa yang dikerjakan?
Makanya kami langsung mengeluh kepada Bapak Presiden, kalau mengeluh kepada pemeritah kami di daerah, sudah terlalu keseringan dan hasilnya pun tidak ada. Paling bisa memberi harapan kalau menjelang datangnya pesta demokrasi dan itu kadang menjadi obat bagi kami, walau hanya sementara.
Karena habis itu, harapan hanya tinggal harapan, soalnya yang dijanjikan tidak kunjung terealisasi, seperti listrik yang akan beroperasi 24 jam, sampai sekarang belum terlaksana.
Bapak Presiden yang kami muliakan, Bapak kami beritahu ya, walau kami di bawah menjerit, tapi kami bersyukur karena orang-orang yang duduk di pemerintahan semua masih sehat wal’afiat, itu dibuktikan bahwa Bapak Bupati kami sedang jalan ke Eropa dan kami tidak tahu tujuannya apa, sampai-sampai katanya tidak ikut sidang paripurna.
Anggota DPRD juga sibuk, tapi entah sibuk karena apa? Kami juga tidak tahu, cuma yang kami dengar, salah satu oknum anggotanya dulu tersangkut foto mesum dengan wanita lain, yang tidak sah secara konstitusi Negara.
Tapi itu lagi-lagi “katanya”, karena kami jarang lihat berita. Maklum di daerah kami sulit jaringan internet dan lagian mati lampu.
Advertisement
Presiden Jangan ke Kangean
Sampai-sampai dulu tahun 2016 saudara kami yang terdiri dari berbagai elemen, baik dari tokoh masyarakat, pemuda dan mahasiswa yang menamakan diri Panitia Persiapan Kabupaten Kepulauan Sumenep (PPK2S) mendeklarasikan diri untuk keluar dari Kabupaten Sumenep, dan ingin mendirikan Kabupaten sendiri atau Daerah Otonomi Baru (DOB). Iitu alasan salah satunya karena listrik di daerah kami tidak 24 jam.
Bapak Presiden yang kami muliakan, kemarin kami bersama warga Kepulauan Kangean senang, karena ada berita akan ada uji coba menyalakan listrik 24 jam, dan itu benar dilakukan dalam waktu dua (2) hari oleh pihak PT. PLN (Persero), dan itu sukses dilaksanakan.
Namun pasca kegiatan uji coba itu kabar baiknya sudah hilang bagai ditelan bumi, karena sampai saat ini kami tidak dengar lagi hasilnya. Bahkan habis uji coba itu, listrik di daerah kami tambah kacau alias tambah tidak menentu kapan nyala-kapan matinya lampu.
Sehingga kadang berimbas pada pengeluaran keuangan kami, karena lampu yang kami beli di toko cepat rusak. Sehingga ibarat pepatah, “Sudah Jatuh Ketimpa Tangga Pula”. Ini lagi gara-gara listrik.
Bapak Presiden yang kami muliakan, selain persoalan di atas, daerah kami saat ini diterpa masalah lagi, karena pemerintah daerah kami gagal mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017.
Padahal dulu sudah hampir gagal di waktu tahun 2016, pengesahan APBD kami paling lambat yang harusnya dijadikan pelajaran berharga, tapi tahun ini tambah buruk. Sehingga pemerintah di daerah kami kayaknya bekerja tidak mampu profesional, Eh akhirnya Bupati dan Pimpinan DPRD kami kena sangsi dengan tidak mendapat gaji selama enam (6) bulan dari Menteri Dalam Negeri.
Tapi Bapak Presiden jangan khawatir, asumsi kami dengan melihat pola hidupnya, beliau-beliau itu hidupnya sangat mapan, jadi tidak khawatir sama urusan makan. Beda dengan kami, kalau tidak dapat pemasukan sehari saja pusing bukan kepalang, karena serba pas-pasan, maklum mau menambah pemasukan lebih tidak bisa, karena listrik tidak menyala 24 jam.
Bapak Presiden yang kami muliakan, engkau memang bukan orang tua kami secara biologis, tapi sekarang secara Konstitusi Negara, Bapak sudah menjadi Ayah Kami yang wajib mengayomi, menjaga dan mencerdaskan kami. Oleh karenanya layaknya keluarga, kami ingin bertemu langsung dengan Bapak dan ingin mencurahkan persoalan aliran listrik di daerah kami, tapi tidak bisa karena susahnya masuk ke Istana Negara yang katanya ada regulasi yang ketat.
Tapi sebaliknya, kalau Bapak mendengar keluhan dan merespon Surat kami, sehingga Bapak Presiden mau datang ke Kepulauan Kangean untuk mengunjungi kami dan warga di sini, kami tidak setuju. Ketidak setujuan ini bukan karena kami marah dan bukan juga kami benci sama Bapak, tapi di daerah kami panas Pak, pohon sudah banyak ditebangi oleh pihak terkait, katanya sih untuk kepentingan Negara.
Juga di sini ada Eksploitasi Migas, jadi tumbuhan sudah banyak yang mati, dan itulah menjadi alasan untuk tidak setuju Bapak datang ke sini. Kami takut sesampainya di Kepulauan Kangean Bapak sakit, karena di sini tidak AC, kipas angin pun tidak berfungsi, soalnya di sini listrik tidak 24 jam.
Air Mata Sudah Kering
Bapak Presiden yang kami muliakan, di surat pertama kami menangis sambil menulis surat, tapi di surat kedua ini kami tidak akan menangis lagi. Tahu tidak kenapa kami bisa menahan tangisan? Karena kami sudah hampir terbiasa diperlakukan layaknya anak tiri.
Buktinya bahwa kekayaan bumi daerah kami sangat besar, seperti ladang Minyak dan Gas (MIGAS) salah satu yang terbesar di Jawa Timur ini, itu juga sudah lama dieksploitasi sampai sekarang, dan hasil Produksi Migasnya disuplai ke pusat-pusat industri di Gresik, semisal Petro Kimia, PT Gas Negara (PGN), PT. PLN Distribusi Jawa-Bali dan lain-lain.
Namun timbal-balik ke daerah kami tidak jelas. Padahal Bapak kan pasti tahu sesuatu yang diamanatkan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 yang berbunyi “Bumi, Air dan Kekayaan Alam Yang Terkandung Didalamnya Dikuasai Oleh Negara dan Dipergunakan Sebesar-besarnya Untuk Kepentingan Rakyatnya”.
Bapak Presiden yang kami muliakan, katanya Bapak sekarang lagi kena musibah, karena difitnah telah melakukan pemalsuan data pada pencalonan Presiden pada Tahun 2014 lalu, sampai terbit buku yang berjudul “Jokowi Undercover”. Pesan kami kepada Bapak Presiden jangan sedih ya...!, karena saat ini kami lebih percaya sama Bapak, bukan sama penerbit buku itu.
Bapak juga jangan terlalu fokus pada hal-hal yang tidak subtansi, seperti penyebaran fitnah tersebut, lebih baik Bapak memikirkan kami di Kepulauan Kangean, yang listrik malamnya kadang lama tidak menyala bahkan terkadang hampir sampai satu bulan, apalagi siangnya tidak hidup sama sekali.
Dan listrik ini sifatnya mendesak Pak, kalau daerah kami sudah dialiri listrik yang beroperasi 24 jam, tentu ibu hamil sudah tidak susah lagi, kami sendiri juga nanti bisa buat usaha sendiri seperti anak bungsu Bapak dan anak-anak sekolah bisa belajar pada malam hari. Sehingga bisa berprestasi, dan tentu akan bisa membawa harum nama Indonesia dalam dunia Internasional di kala ikut olimpiade atau perlombaan.
Sekali lagi harapan kami, semoga Surat Terbuka ini sampai ke pangkuan Bapak Presiden, sehingga Bapak nanti bisa membaca dan meresponnya, karena hanya pada Bapak Presidenlah harapan kami satu-satunya.
Demikian surat ini kami buat, atas perhatian dan kebijaksanaan Bapak Presiden kami tunggu kabar baiknya.
Kepulauan Kangean, 09-01-2017
Hormat Kami
Moh. Hasan
Advertisement