Liputan6.com, Jakarta - Polri akan mendalami temuan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana untuk aksi terorisme. PPATK menemukan masih adanya aliran dana melalui financial technology (fintech) atau inovasi pembiayaan keuangan dengan memanfaatkan teknologi sebagai pendukung.
Para peneror ini menggunakan PayPal atau Bitcoin untuk mentransfer uang.
Advertisement
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul tak memungkiri pendanaan kelompok teror semakin berkembang.
"Info ini akan ditindaklanjuti, mengkroscek yang selama ini didalami atau yang telah diungkap. Yang berafiliasi ke BN (Bahrun Naim), akan didalami untuk bisa dipahami aliran dana tersebut. Sekarang, pengiriman uang itu tudak scara fisik melalui bank atau jasa pengiriman uang, tapi juga melalui dunia maya," kata Martinus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa 10 Januari 2017.
Menurut dia, modus pengiriman uang secara virtual bukan hal baru. Berdasar pengakuan sejumlah terduga teroris yang ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, mereka mengaku mendapatkan kiriman uang melalui transaksi di dunia maya.
"Ini kan sudah lama dan sudah didalami. Dalam hal ini kita kerja sama dengan BI (Bank Indonesia) apakah dibenarkan, apakah sesuai dengan aturan yang ada di BI. Pengumpulan uang melalui dunia maya apakah sudah diatur, apakah sudah menjadi satu regulasi yang lumrah dalam dunia pengiriamn uang, ini yang terus jadi pendalaman kita," terang Martinus.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, akan menggandeng regulator dalam hal ini Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menangkal pendanaan teroris tersebut.
"Fintech ini tentu kita juga bergandengan tangan dengan lembaga pengatur dan pengawas, dalam hal ini BI dan OJK. Karena fintech ini sangat maju dan sering dimanfaatkan terorisme," kata dia di Kantor PPATK Jakarta, Senin 9 Januari 2017.
Dia mengatakan, salah satu model atau modus atau pendanaan teroris ini ialah penggunaan Bitcoin. "Bitcoin, dia beli dulu Bitcoin transaksinya pihak-pihak dalam sistem Bitcoin, baru ketahuan saat menguangkan dan nanti bisa tahu," kata Kiagus.
Dia mengatakan penelusuran aliran dana melalui fintech relatif sulit dilakukan. Pasalnya, fintech tak terintegrasi langsung dengan sistem yang ada di perbankan.
"Memang betul fintech itu sebetulnya tadinya bukan untuk melanggar hukum, itu untuk bisnis yang biasa, sehat, karena dia cepat murah. Tapi ada pihak-pihak tertentu memanfaatkan ini," ungkap Kiahus.