Liputan6.com, Bandung - Harga cabai rawit merah yang melonjak hingga sempat menyentuh Rp 120 ribu per kilogram membuat para pedangan makanan di kawasan Monumen Perjuangan Rakyat Bandung, Jawa Barat, seperti menelan buah simalakama. Hal ini seperti yang dialami ibu Dorimah.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Selasa (10/1/2017), menaikkan harga makanan di warungnya justru membuat omzet penjualannya turun 20 persen. Sedangkan bila tak dinaikkan, ia bisa merugi.
Advertisement
"Pengunjung sepi juga. Soalnya, ah mahal, enggak ada sambal juga. Kalau enggak ada sambal kan enggak ada yang makan," kata Dorimah.
Lain lagi dengan petani cabai di lereng Gunung Merapi, Musuk, Boyolali, Jawa Tengah. Mereka memanen lebih cepat tanaman cabainya agar bisa mendapatkan harga tinggi. Namun risikonya, jumlah panen pun lebih sedikit.
Selain itu, nasib malang petani cabai juga terjadi di Gampong Miruk Krung Barona Jaya, Aceh Besar. Meski harga cabai di tingkat konsumen bisa mencapai Rp 100 ribu per kilogram, para petani yang tergantung pada tengkulak hanya mendapatkan harga beli paling tinggi Rp 70 ribu. Itu pun kini telah berkurang hampir separuhnya.
Anjloknya harga cabai di tingkat petani diperparah dengan hasil panen yang menurun. Hal ini diakibatkan hujan dan cuaca ekstrem.
Sedangkan di Jalan Margorejo, Surabaya, Jawa Timur, operasi pasar bahan pangan termasuk cabai rawit merah diserbu warga. Tujuan utama warga membeli cabai rawit merah yang dijual dengan harga Rp 75 ribu per kilogram.
Harga jual cabai rawit ini lebih murah dibanding harga cabai di pasar yang mencapai Rp 90 ribu per kilogram. Operasi pasar cabai tersebut akan dilakukan hingga 10 hari mendatang.
Simak tayangan video selengkapnya dalam tautan ini.