Liputan6.com, Jakarta Sepanjang 2016, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menggagalkan transaksi berbagai macam sumber daya perikanan ilegal senilai Rp 306,8 miliar. Angka tersebut naik 825 persen dibandingkan 2015.
Kepala BKIPM, Rina mengatakan, selama 2016, pihaknya telah berhasil melakukan pencegahan pengiriman hasil perikanan ilegal baik untuk ekspor, impor maupun antar area di dalam wilayah Indonesia.
Advertisement
Rinciannya, untuk produk kepiting soka sebanyak 730 kg dengan nilai Rp 103 juta, kepiting bertelur sebanyak 17.545 kg senilai Rp 5 miliar, kepiting dengan ukuran kurang dari 200 gram sebanyak 2.044 ekor senilai Rp 210 juta.
Kemudian benih lobster sebanyak 1,34 juta ekor senilai Rp 71,7 miliar, produk hasil perikanan sebanyak 832 ton senilai Rp 100 miliar, mutiara sebanyak 117 kg dengan nilai Rp 45 miliar, coral sebanyak 4.597 ekor senilai 459 juta dan produk lain sebanyak 2,45 juta ekor dengan nilai Rp 84,2 miliar.
"Sumber daya tersebut terdiri dari benih lobster, kepiting bertelur, mutiara, koral, produk hasil perikanan lain seperti kuda laut, penyu, kura-kura, sirip hiu, ketam tapak kuda, ikan hias dan lain sebagainya," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (11/1/2017).
Dari jumlah tersebut, lanjut Rina, 17 kasus telah mendapatkan putusan pengadilan, 1 kasus berkasnya telah masuk ke kejaksaan, 2 kasus sampai pada P19, 14 kasus dalam proses penyidikan, dan 119 kasus telah dilakukan pengumpulan bahan keterangan.
"Nilai sumber daya ikan atau pun jenis produk perikanan yang diselamatkan pada 2016 meningkat 825 persen dari 2015 yang senilai Rp 37,2 miliar," kata dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Karantina Ikan Riza Priyatna mengatakan untuk terkait dengan wilayah perbatasan, sepanjang 2016 terdapat 15 kasus pengiriman hasil perikanan secara ilegal. Jumlah terbanyak terjadi di wilayah Tarakan, Kalimantan Utara.
"Di 2016 ada 15 kasus yang tersebar dari Tanjung Balai Asahan sebanyak 3 kasus, perbatasan Entikong dan sebanyak 4 kasus serta yang dominan di Tarakan terutama untuk pengeluaran kepiting," jelas dia.
Namun demikian, dengan pembangunan pos lintas batas negara (PLBN) yang lebih baik lain diharapkan pengawasan terhadap keluar-masuknya hasil perikanan ilegal bisa lebih diperketat.
"Kami harap dengan dibuka PLBN baru di Kalimantan ini. Perbatasan Kalimantan lebih rawan dibanding perbatasan dengan Timor Leste. Perbatasan dengan Timor Leste ini lebih aman dibanding perbatasan kita dengan Malaysia," tandas dia.