Liputan6.com, Jakarta Pelatihan belanegara yang digagas Kementerian Pertahanan, akhir-akhir ini menjadi sorotan. Hal tersebut lantaran munculnya foto pelantikan anggota Front Pembela Islam (FPI) oleh prajurit TNI.
Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding menilai, reaksi terhadap pelatihan belanegara terhadap FPI oleh TNI, tak perlu berlebihan. Karena bisa jadi materi cinta Tanah Air, toleransi, dan disiplin yang disampaikan pada pelatihan, mengubah kelompok yang antikemajemukan, menjadi intoleran.
Advertisement
"Syaratnya, diklat bela negara lebih menekankan kepada memahami Pancasila, Kebhinekaan, dan pemahaman agama yang rahmatan lil'alamin. Untuk itu, kesan militeristik pelatihan bela negara dengan berbagai atributnya, harus diminimalisir," ucap Karding melalui keterangan tertulisnya, Kamis (12/1/2017).
Idealnya, lanjut Karding, pelatihan atau diklat bela negara 80 persen materi soal sejarah perjuangan, konstitusi, persatuan, dan resolusi konflik. Sisanya, penguatan disiplin dengan baris-berbaris dan upacara.
"Bahkan, untuk mengembangkan semangat persatuan, pelaksanaan pelatihan seharusnya dilakukan dengan peserta yang beragam, tidak oleh satu kelompok ormas saja," kata pria yang duduk di Komisi III DPR ini.
Berdasar pengalamannya mengisi berbagai pelatihan Empat Pilar yang dijalankan MPR, kata Karding, di beberapa tempat memang terjadi pendangkalan pemahaman soal Pancasila. Karena itu, dia berharap pelatihan bela negara dapat meningkatkan penghayatan terhadap Pancasila.
"Sehingga semangat menjaga persatuan dan Kebhinekaan di Indonesia terus terjaga," dia menegaskan.
Namun, Karding mengingatkan, program bela negara harus ditopang dengan landasan hukum yang jelas, sebab jika tidak ada aturan yang gamblang hanya akan menimbulkan kontroversi. Program bela negara tidak bisa hanya bertumpu pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
"Dengan regulasi yang jelas maka ukuran dan prasyaratnya juga akan menjadi jelas. Jadi harus diatur melalui peraturan atau regulasi setingkat undang-undang. Tidak adanya landasan hukum yang lebih detail, konsep dan tujuan program bela negara menjadi tak jelas," Karding menandaskan.