Liputan6.com, Jakarta Pada 11 Januari, Muhammad Husni Thamrin berpulang. Dia adalah tokoh Betawi yang terkenal berkat perannya dalam Volkraad, parlemen Belanda. Saat wafatnya, Thamrin--yang dijuluki Matahari Jakarta--diiring-iringi oleh rombongan yang demikian besar. Beberapa sumber menyebut 20.000 ribu orang mengantarkan dia ke tempat peristirahatan yang terakhir.
Advertisement
Hari Sabtu, 11 Januari 1941, Thamrin mengalami panas tinggi. Sakit itu merenggut nyawanya dalam tahanan rumah. Penduduk Betawi mengibarkan bendera setengah tiang. Lebih dari 100 karangan bunga memenuhi halaman rumah di Jalan Sawah Besar No. 32. Tak kurang dari 200 telegram dukacita diterima. Iring-iringan jenazah sepanjang 7 km melalui Sawah Besar, Harmoni, Tanah Abang, dan berakhir di Karet Bivak.
Untuk memperingati haul kematian pahlawan nasional asal Betawi ini, forum tukar pikiran Betawi Kita yang dikoordinatori oleh Roni Adi Tenabang menggelar acara Haul ke-76 Muhammad Husni Thamrin (11 Januari 1941–11 Januari 2017) di pemakaman Karet Bivak, Jakarta Pusat. Tujuan acara ini adalah untuk mengingat pejuang rakyat kecil asal Betawi yang berjuang melalui jalur parlemen di zaman Belanda.
Thamrin, pria kelahiran 16 Februari 1894 di Sawah Besar, Jakarta Selatan ini, dikenal berkat kepeduliannya yang besar terhadap rakyat kecil. Sejarawan JJ Rizal menjuluki Thamrin sebagai “intelektual kaya yang kampungan”.
Asvi Warman Adam bahkan membandingkan, bila Bung Karno berpidato soal makro, seperti falsafah dan ideologi negara, Thamrin menukik kepada persoalan mikro, seperti kampung yang becek tanpa penerangan dan masalah banjir. Thamrin dan Bung Karno memang dikenal sebagai sahabat yang lengket.
Thamrin memprotes mengapa perumahan elite Menteng yang diprioritaskan pembangunannya, sedangkan kampung kumuh diabaikan. Ia juga mempersoalkan harga kedelai, gula, beras, karet rakyat, kapuk, kopra, dan semua komoditas yang dihasilkan rakyat. Ia berbicara tentang pajak dan sewa tanah.
"Saya ingin itu semuanya berubah. Jalan-jalan menjadi aspal. Air minum hendaknya, air bersih, kesehatan hendaknya dipelihara, dan jalan mendapat lampu penerangan. Saya hanya mengharapkan agar cita-cita saya itu dapat menjadi kenyataan." Demikian diungkapkan M.H. Thamrin dalam pidatonya di depan Dewan Kota, 27 Oktober 1919 (sumber buku Matahari Jakarta, karya Soekanto S.A).
Dalam haul M.H. Thamrin komunitas Betawi Kita menggelar pembacaan Yasin dan doa bersama. Acara dihadiri para pegiat komunitas yang terdiri atas berbagai latar belakang, termasuk seniman dan tokoh pelestari budaya Betawi.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6