Liputan6.com, Jakarta Seni teater menjadi bagian penting dalam keberlangsungan hidup masyarakat modern. Selain memiliki fungsi komersial dan industri, seni teater dalam masyarakat modern juga punya fungsi sebagai pembentuk karakter bangsa. Sifatnya yang adiluhung bahkan menjadikan kesenian ini punya peran bagi individu-individu untuk mengaktualisasikan diri dan memberi ketenangan batin secara psikis.
Baca Juga
Advertisement
Namun demikian, di Indonesia khususnya di Jakarta, menonton pertunjukan teater sebagai kebutuhan yang khas belum menjadi tradisi. Penuhnya gedung pertunjukan setiap ada pementasan teater masih bersifat ilusi, dengan kata lain yang menonton teater hanya mahasiswa sastra dan orang-orang di sekitar seni teater itu sendiri. Hal tersebut setidaknya diungkapkan Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta Afrizal Malna saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (12/1/2017).
Lebih jauh Afrizal Malna mengungkapkan, hadirnya masyarakat Jakarta yang belum menjadikan aktivitas menonton teater sebagai kebutuhan bukan tanpa sebab, selain masih minimnya pendidikan seni dan sains di Indonesia, pemerintah juga belum bisa membentuk ekosistem matarantai antara produksi pengetahuan (pendidikan), produksi karya seni (pariwisata), dan tata ruang kota itu sendiri.
“Kita memang belum membereskan matarantai seni dan sains dalam pendidikan kita. Kita misalnya masih melihat akhlak sebagai konstruksi etis yg dilekatkan ke individu, dan bukannya melihat matarantai dari dimensi-dimensi kehidupan kita yang perlu dibuat ekosistemnya,” kata Afrizal Malna.
Padahal bagi Afrizal Malna, seni teater punya peran penting dalam pembentukan karakter sebuah bangsa. Seni teater yang menjadikan tubuh sebagai modal utamanya untuk segala macam ‘tindakan manusia’, melalui teks, memori bahasa, bentuk, suara, dan gerak, merupakan wadah cerminan kehidupan. Karena itu, masyarakat sesungguhnya membutuhkan teater untuk melihat dirinya sendiri.
“Saya berharap gubernur DKI terpilih nanti bisa menciptakan ruang ekosistem tersebut, dan mampu menghilangkan imej bahwa kesenian hanya menghabiskan dana publik,” kata Afrizal Malna menambahkan.