Liputan6.com, Jakarta Dua perusahaan tambang raksasa, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara atau yang sekarang sudah berganti nama PT Aman Mineral Nusa Tenggara membayar bea keluar atas ekspor konsentrat mineral tambang sebesar Rp 2,5 triliun di 2016.
"Penerimaan bea keluar dari Freeport dan Newmont sebesar Rp 2,5 triliun di tahun lalu," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi di Jakarta, seperti ditulis Jumat (13/1/2017).
Advertisement
Dia merinci, penerimaan bea keluar dari Freeport sepanjang 2016 mencapai Rp 1,23 triliun. Sementara kontribusi Newmont atas ekspor konsentrat ke pendapatan negara sebesar Rp 1,25 triliun.
Realisasi tersebut lebih rendah dari pencapaian tahun lalu, di mana kedua perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menyetor bea keluar masing-masing Rp 1,4 triliun.
"Bea keluar dari Freeport Rp 1,23 triliun, dan Newmont Rp 1,25 triliun di 2016," Heru mengungkapkan.
Seperti diberitakan, pemerintah kembali memberikan kelonggaran ekspor mineral olahan (konsentrat) dalam 5 tahun ke depan, setelah izin ekspor habis pada 12 Januari 2017. Pelonggaran tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 Tahun 2017.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, dalam peraturan baru tersebut, perusahaan tambang yang ingin tetap mengekspor konsentrat mineral harus mengubah status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP).
"Pemegang KK boleh saja tidak mengubah tapi dia hanya boleh mengekspor mineral yang sudah dimurnikan. Kalau mau mengekspor mineral olahan harus merubah KK jadi IUPK OP," kata Jonan.
Syarat tersebut tidak melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang mineral dan batubara. Alasannya, dalam Undang-Undang tersebut perusahaan tambang yang berstatus IUPK OP boleh mengekspor konsentrat dan tidak ada batas waktu yang mengikat.
"Kalau merubah IUPK boleh ekspor hasil konsetrat. Ini bukan untuk badan usaha tertentu ya, peraturan pemerintah dibuat untuk sub-sektor minerba," jelas Jonan.
Namun untuk membatasi waktu, dalam Peraturan Menteri ESDM merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang ubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor23 Tahun 2010 tersebut, ekspor konsetrat dibatasi dalam lima tahun, seiring dengan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).
"Kalau ditanyakan sampai kapan boleh ekspor, kalau mau ekspor konsetrat merubah KK jadi IUPK, dengan catatan dalam lima tahun bangun smelter," kata Jonan.
Batas waktu larangan ekspor konsentrat ditetapkan dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri.
Dalam aturan tersebut disebutkan, penjualan mineral ke luar negeri dapat dilakukan dalam jumlah tertentu dan berbentuk hasil pengolahan dalam jangka waktu tiga tahun sejak diterbitkanya Peraturan Menteri ini, yaitu pada tanggal yang sama yakni 11 Januari 2014.
Artinya, mulai 12 Januari 2017 hanya mineral hasil pemurnian yang diizinkan ekspor. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 2017 tersebut maka peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun 2014 tidak berlaku.