Liputan6.com, London - Salah satu "kemewahan" berwisata adalah kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang baru. Pertemuan yang mungkin berlangsung sebentar ini dapat membekas seumur hidup.
Seperti dikutip dari Telegraph pada Jumat (13/1/2017), mereka yang bepergian kerap mengisahkan cerita tentang orang-orang ramah yang ditemui di tempat tak terduga. Semisal negara di bawah kekuasaan diktator atau bahkan kawasan perang.
Advertisement
Yang jelas, memang ada negara-negara yang secara umum lebih ramah (sociable) dibandingkan dengan sejumlah negara lain. Demikian menurut Legatum Prosperity Index (LPI).
LPI merupakan bagian dari penilaian tahunan kesejahteraan global dan memberikan penilaian "modal sosial" bangsa-bangsa. Kemudian mereka memberikan peringkat dalam skala 100.
Sejumlah hal yang menjadi pertimbangan adalah kekuatan hubungan pribadi, partisipasi warga, dan dukungan jejaring sosial.
Mengacu kepada penilaian LPI, kawasan Australasia merupakan bagian dunia yang paling ramah. Sementara itu, Selandia Baru menduduki tempat tertinggi dan posisi berikutnya diikuti oleh Australia. Kemudian, peringkat berikutnya ada di belahan dunia lain, Kanada.
Menurut daftar LPI, berikut ini adalah daftar 10 negara paling ramah sedunia:
1. Selandia Baru – 68,95
2. Australia – 67,60
3. Kanada – 66,23
4. Amerika Serikat – 65,45
5. Islandia – 65,34
6. Norwegia – 65,06
7. Denmark – 64,49
8. Malta – 63,77
9. Jerman – 63,21
10. Irlandia – 63,09
Bagaimana dengan Indonesia?
Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Jika dibaca pada peta modal sosial yang ada dalam laporan Telegraph, maka angka ukuran keramahan Indonesia adalah 61,9, suatu angka yang cukup dekat dengan daftar 10 besar. Dari laman prosperity.com, angka "modal sosial" ini berada di peringkat ke-14.
Di luar kelompok negara-negara persemakmuran Inggris, jika dibaca langsung dari laporan tersebut, disebutkan bahwa peningkatan pesat modal sosial dalam 10 tahun terakhir ini tercatat ada di Indonesia, Uruguay, Sri Lanka, Rwanda, dan Mongolia.
Di sisi lain, peningkatan kesejahteraan terbesar dalam nilai absolut di Asia Selatan dan Asia Tenggara antara 2007 dan 2016 terjadi di Kamboja, Sri Lanka, Indonesia, dan Nepal.
Tidak semua negara disertakan dalam peringkat. LPI tidak memberikan angka untuk beberapa negara misalnya Bosnia, Myanmar, dan Korea Utara.
LPI memasuki tahun ke 10 dan dibentuk sebagai cara alternatif selain penggunaan Gross Domestic Product (GDP) yang secara tradisional menjadi alat ukur kesejahteraan negara-negara.
Dalam beberapa tahun terakhir, para penulis indeks itu telah mencirikan sejumlah hal yang mereka sebut dengan "104 pilar kesejahteraan", mulai dari urusan politik hingga lingkungan hidup.
Advertisement