Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan aturan baru soal ekspor mineral mentah. Salah satunya memberikan kelonggaran ekspor untuk nikel dan bauksit mentah. Hal ini juga berdampak ke sejumlah saham tambang terutama PT Vale Indonesia Tbk (INCO) pada perdagangan saham Jumat pekan ini.
Berdasarkan data RTI, Jumat (13/1/2017), saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) turun 15,93 persen ke level Rp 2.480 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 17.098 kali dengan nilai transaksi Rp 360,5 miliar.
Hal ini berbeda dengan saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik 6,36 persen ke level Rp 920 per saham. Total frekuensi perdagangan 6.932 kali dengan nilai transaksi Rp 225,5 miliar.
Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk Teddy Badrujaman menuturkan, pihaknya dapat memenuhi produksi 30 persen untuk dalam negeri. Hal itu lantaran kapasitas tambang fleksibel ikuti kebutuhan pelanggan. Bahkan kalau diizinkan 15-20 ton ekspor, pihaknya juga menyanggupi.
"Mudahnya berapa pun yang diizinkan maka Antam siap. Tapi tentu perlu ada persiapan-persiapan di tambang yang memerlukan waktu 3-6 bulan untuk mendatangkan alat berat dan persiapan lainnya," kata Teddy, saat dihubungi Liputan6.com.
Analis PT NH Korindo Securities Bhima Setiaji menuturkan, ada relaksasi mineral membuat kenaikan produksi di pasar global. Hal ini dapat menekan harga nikel di pasar global lantaran kelebihan pasokan. Apalagi Indonesia dan Filipina termasuk produsen nikel terbesar di dunia. Jadi menurut Bima, apabila ada kebijakan baru yang terjadi di Indonesia dapat mempengaruhi harga nikel di pasar global.
Baca Juga
Advertisement
"INCO (PT Vale Indonesia Tbk) sebagian besar ekspor. Kalau ada kenaikan suplai akan tekan harga global. INCO dapat sentimen negatif itu karena harga nikel," ujar Bima saat dihubungi Liputan6.com, Jumat pekan ini.
Sedangkan dampak dari aturan baru ekspor mineral tersebut berdampak positif untuk PT Aneka Tambang Tbk. Bima menilai, Antam mendapatkan untung dari ekspor karena akan menaikkan pendapatan. Apalagi perseroan menambah kapasitas jadi 20 juta ton.
"Antam dapat untung karena punya cadangan bijih nikel yang besar. Jadi mereka bisa melakukan ekspor untuk bijih nikel semuanya. Hasil penjualan itu bisa bangun smelter," ujar Bima.
Sementara itu, Analis Senior PT Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan, dampak aturan ekspor mineral ke kinerja perusahaan tambang masih melihat permintaan di pasar. "Kalau ekspor dibuka permintaan minim belum berdampak ke pendapatan perusahaan. Kalau permintaan naik maka berdampak ke pendapatan emiten," ujar Reza.
Bima menuturkan, kinerja PT Vale Indonesia Tbk masih tergantung dari harga nikel global. Ia menilai, kinerja PT Vale Indonesia Tbk masih relatif baik seiring perseroan mampu kurangi beban operasional hingga dapat meningkatkan margin.
Ia menambahkan, saham PT Vale Indonesia Tbk berpotensi koreksi pada pekan depan. Tekanan terhadap PT Vale Indonesia Tbk hanya jangka pendek. "Target harga saham PT Vale Indonesia Tbk Rp 3.580 untuk satu tahun ke depan. Tapi kami akan revisi lagi karena ada aturan ekspor mineral baru," ujar dia.
Pemerintah mengeluarkan aturan baru soal ekspor mineral mentah. Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
Dalam aturan itu memberikan kelonggaran ekspor untuk nikel dan bauksit mentah. Nikel yang boleh diekspor mentah kadarnya harus kurang dari 1,7 persen. Sedangkan bauksit harus dari hasil pencucian (washed bauxite).
Setelah hal tersebut terpenuhi maka dapat melakukan penjualan nikel kadar kurang dari 1,7 persen ke luar negeri dalam jumlah tertentu paling lama lima tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
Ketentuan penyerapan nikel tersebut tidak berlaku bagi bauksit. Dalam aturan itu disebutkan pemegang izin bauksit yang membangun smelter dapat melakukan penjualan bauksit yang sudah dilakukan pencucian dengan kadar Al2O3 lebih atau sama dengan 42 persen.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang ubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010.