Liputan6.com, Brebes - Psikiater DPK3KB Pemkab Brebes, Petty mengatakan, pihaknya saat ini terus mendampingi untuk memantau kejiwaan korban pencabulan teman sebaya sesama jenis. Hingga saat ini, kata dia, korban enggan bersekolah meski kondisi kejiwaannya relatif stabil.
"Justru pihak keluarga korban ini yang merasa malu atas kejadian yang menimpanya. Untuk itu, kami juga melakukan pendampingan terhadap keluarga," ucap Petty, Sabtu (14/1/2017).
Maka itu, kata dia, pihaknya saat ini tengah berusaha memberikan masukan dan pengertian kepada orangtua korban untuk mendorong anaknya untuk kembali masuk sekolah.
"Tak cuma anaknya saja yang kita terapi, orangtuanya juga kami beri pengertian agar memberikan support dan semangat kepada anaknya untuk tetap bersekolah serta bermain seperti biasa dengan teman sebayanya," kata dia.
Kendati demikian, BP3KB tak memaksakan baik kepada orangtua ataupun anaknya dalam waktu dekat kembali menjalani aktivitas mereka sehari-hari, termasuk bersekolah.
"Utamanya kami berikan pengertian dulu kepada mereka dan memberikan semangat untuk kebaikan serta tak terlalu lama jatuh di dalam keterpurukan," kata dia.
Untuk itu, Petty mengimbau agar anak-anak yang menjadi korban pencabulan yang masih malu ataupun enggan melaporkan ke pihak berwajib, menginformasikan kondisinya kepada BP3KB agar bisa didampingi untuk memulihkan kondisi psikologisnya.
Baca Juga
Advertisement
"Jangan dibiarkan saja karena alasan malu, kalau memang kondisi sang anak mengalami gangguan psikologis. Karena jika gangguan itu tak segera diatasi, dikhawatirkan akan berpengaruh kepada perkembangan anak itu sendiri ke depannya," kata dia.
Sebelumnya, warga Desa Kaligangsa Kulon, Kecamatan/ Kabupaten Brebes, digemparkan dengan terbongkarnya diduga kasus pencabulan yang dilakukan tiga anak di bawah umur kepada lima anak yang juga masih di bawah umur.
Kasus pencabulan dengan pelaku dan korban anak di bawah umur itu kali pertama terbongkar dari kecurigaan salah seorang nenek korban. Cucunya, G yang semula menjadi teman pelaku, mendadak tidak mau menjadi teman lagi.
Saat ditanya neneknya, korban mengaku alasannya tidak mau berteman lagi karena pernah disodomi. Aksi cabul itu juga menimpa empat teman korban G lainnya.
Perbuatan cabul terhadap para korban itu dilakukan di sejumlah tempat, seperti di bawah terowongan Rel Kereta Api (KA) dan di kamar rumah teman pelaku yang terdiri dari tiga temannya sendiri, yakni RM (12), EG (12) dan RZ (13). Mereka masih duduk sebagai pelajar SD dan SMP.
Biarkan Anak Bermain
Kasus pencabulan dengan korban dan pelaku sama-sama anak di bawah umur mendapat perhatian serius Dinas Perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DP3KB) Kabupaten Brebes Jawa Tengah.
Pemerintah daerah setempat kini mendampingi korban dan pelaku secara intensif dengan melibatkan pskiater dalam kasus tersebut.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3KB Rini Pujiastuti mengatakan, pendampingan khusus yang diberikan melibatkan psikiater langkah itu ditempuh agar kondisi psikologi para korban dan pencabul tidak terguncang atas pencabulan itu.
Diharapkan, masa depan mereka bisa terselamatkan dan bisa kembali beraktivitas serta belajar di sekolah seperti biasa. "Sudah mulai kemarin. Kami telah menerjunkan psikiater untuk memberikan pendampingan baik kepada korban maupun pelaku. Ini karena mereka semua masih berusia di bawah umur," ucap Rini, Sabtu (14/1/2017).
Dia menambahkan, dari dua korban yang telah melaporkan kejadian itu, satu di antaranya sudah mendapatkan pendampingan psikiater. Selanjutnya, pendampingan juga akan diberikan kepada korban lainnya, termasuk kepada pelaku.
Selain korban dan pelaku, kata Rini, keluarga mereka juga akan diberikan pendampingan. Hal itu mengingat kejadian tersebut juga mengguncang keluarga.
"Kami berupaya bagaimana caranya agar peristiwa serupa tidak terulang kembali," dia menambahkan.
Menurut dia, sesuai peraturan perundangan, pemerintah wajib memberikan perlindungan dan pendampingan terhadap para korban kekerasan di bawah umur, termasuk kekerasan seksual. Salah satunya dengan menyosialisasikan pentingnya warga sekitar ikut melindungi anak-anak di sekitar tempat tinggal mereka.
"Jangan sampai anak malah dilarang bermain. Silahkan anak bermain tetapi tetap dalam pengawasan orangtua. Ini juga upaya kami agar kejadian tidak terulang," kata Rini.
Advertisement