Liputan6.com, Jakarta Nama Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) mencuat pascabentrokan dengan ormas Front Pembela Islam (FPI). Peristiwa tersebut terjadi Rabu 13 Januari lusa kemarin.
Bagi sebagian masyarakat di Jawa Barat, ormas ini bukanlah organisasi baru. Mereka kerap turun di beberapa aksi. Meski terkadang aksi-aksi tersebut kerap berakhir bentrokan.
Advertisement
Misalnya saja aksi rebutan limbah pabrik di kawasan industri Ejip, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, 2011 lalu. Bentrokan pecah antara GMBI dengan sejumlah ormas.
Untuk mengendalikan massa, polisi sempat menembakkan gas air mata. Kendati begitu, bentrokan tak terhindarkan. Perang batu pun terjadi antara kedua kelompok. Polisi yang berada di tengah kedua massa hanya bisa menghalau dan tidak dapat bertindak tegas lantaran kalah jumlah.
Akibat peristiwa ini, beberapa orang anggota ormas dan Brigade Mobil atau Brimob yang berjaga terluka.
Aksi lainnya yang terbilang kontroversial adalah menyuarakan agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis ringan untuk mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada, April 2014. Seorang orator meminta sejumlah massa yang juga aksi di depan Pengadilan Negeri Bandung dan tidak mendukung Dada Rosada untuk segera pergi dari arena aksi.
"Kita meminta massa yang tidak mendukung Dada Rosada untuk segera membubarkan diri," teriak salah satu koordinator aksi GMBI saat itu.
Dada Rosada didakwa menyuap Hakim Tipikor Setyabudi Tejocahyono dan kawan-kawan senilai lebih dari Rp 3 miliar pada 2012. Kedua mantan pejabat Kota Bandung itu juga didakwa menyuap Hakim Tipikor Pengadilan Tinggi Bandung, Pasti Serefina Sinaha pada awal 2013.
Selain itu, Dada didakwa memberi imbalan Rp 1,14 miliar kepada Setyabudi sebagai penyelenggara negara. Imbalan diberikan lantaran Setyabudi telah membantu pengurusan banding perkara kasus korupsi dana Bansos terdakwa Rochman cs di Pengadilan Tinggi Bandung.
Selain Dada dan Edi, Pengadilan Tipikor Bandung sudah mengadili 4 terdakwa lain dalam sidang terpisah yakni Setyabudi, Herry Nurhayat, serta Toto Hutgalung dan Asep Triyana. Setyabudi dihukum 12 tahun bui, Herry dibui 5 tahun, Toto 7 tahun, dan Asep 3,5 tahun.
"Kenapa kita bela Pak Dada, karena beliau menghasilkan karyanya selama memimpin, makanya wajar kita hargai. Wajar kalau saya mendukung untuk meminta diringankan hukumannya, alhamdullilah (vonis) jadi 10 tahun," kata Ketua Umum GMBI M Fauzan saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (14/1/2017).
Februari 2015, 200an massa GMBI memenuhi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera. Mereka hadir untuk mendukung praperadilan Komjen Budi Gunawan saat itu. Komjen BG saat itu tersandung status tersangka oleh KPK karena dugaan kasus korupsi.
Tidak sampai di situ. GMBI melaporkan Abraham Samad atas dugaan gratifikasi pistol dari Kabareskrim saat itu, Komjen Suhardi Alius. Laporan GMBI diterima Bareskrim dengan Laporan Polisi Nomor: LP/160/II/2015/Bareskrim dengan terlapor Dr. Abraham Samad, SH.MH.
Dalam laporan itu, GMBI melampirkan bukti berupa fotocopy surat izin pemindahtangan hibah senjata api dan bukti fotocopy berita dari media terkait senpi yang dimiliki Abraham Samad.
"Gratifikasi, hasil hibah bahwa Samad telah mendapatkan pistol dari Suhardi," jelas Moch Mashur di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin 9 Februari 2015.
GMBI juga pernah memperkarakan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Emil, sapaan Ridwan Kamil, dituding menilai duit hibah Pemerintah Kota Bandung ke organisasi Bandung Creative City Forum (BCCF). Saat itu Emil sebagai ketua di organisasi yang digawai para anak muda Bandung tersebut.
"BCCF kan sudah ada pernyataan dari Kejaksaan Tinggi Jabar tidak ada masalah, kita taat hukum untuk apa lagi dipermasalakan," kata Fauzan.
Fauzan menepis tudingan yang menyebut adanya kucuran dana dalam setiap aksi-aksi kontroversial tersebut. Menurut dia, setiap aksi yang digelar pihaknya murni karena adanya kepedulian terhadap masyarakat bawah.
"Cek saja, tidak ada kiriman uang ke rekening saya dari mereka yang kami dukung. Cek saja, kan sekarang sudah ada PPATK, gampang," kata Fauzan.
"Tidak ada gerakan bayaran. GMBI bergerak berdasarkan visi-misi," kata Asisten Pimpinan Dewan Pimpinan Pusat GMBI Bidang Hukum, Fidelis Giawa, kepada Liputan6.com.