Diculik, Hilang Teman... Ini 10 Kekhawatiran Jadi Orang Kaya

Kekhawatiran dan rasa takut ternyata justru kerap kali datang melanda para orang kaya.

oleh Rara Mispawanti diperbarui 15 Jan 2017, 07:36 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Tidak semua orang kaya menjalani hidup semudah kelihatannya.

Mungkin memang benar secara finansial mereka berlebih, atau bahkan tidak pernah mengalami masa sulit membutuhkan uang. Tapi tahukah Anda jika mereka juga berusaha keras untuk berada di posisi itu?

Di luar hal itu, ternyata kekhawatiran dan rasa takut justru kerap kali datang melanda para orang kaya. Seperti takut memiliki anak yang malas, dimanfaatkan teman, ancaman gugatan, dan lain sebagainya.

Mengutip situs Time, Minggu (14/1/2017), berikut ini 10 kekhawatiran besar yang dirasakan para orang kaya tersebut:


1. Takut memanjakan anak

Kekhawatiran yang pertama adalah rasa takut terhadap tumbuh kembang keturunan. Mereka cemas anak-anak yang terbiasa dibesarkan dengan fasilitas serba ada membuat manja dan bergantung pada kekayaan orang tuanya.

"Uang bisa mengacaukan tumbuh kembang anak. Hal ini mampu menimbulkan rasa memiliki dan menjauhkan dari rasa empati dan kasih sayang," ujar salah seorang responden dalam studi terkait kekayaan dan filantropi yang dilakukan Boston College Center. 

Menurut penasihat kekayaan di lembaga jasa keuangan terkemuka yang memiliki pengalaman terkait hal itu, konsekuensi terburuk untuk keluarga kaya adalah kurangnya kompetensi dan anak-anak terbentuk tidak mandiri.

Bahkan ia juga merasa para orang kaya ini kurang berkontribusi dalam kehidupan sosial. Karena sepenuhnya tergantung pada uang keluarga untuk bertahan hidup.

Situasi ini terus bergulir turun temurun sehingga tampak seperti lingkaran setan yang tak berujung.

"Dalam satu kasus, kami memiliki klien dengan anak-anak dewasa yang semuanya hidup dari investasinya. Orang ini bangun sangat awal setiap pagi dan melakukan perdagangan saham untuk menghidupi anak-anaknya yang sudah berkeluarga dan menjalani kehidupan mewah," tambah penasihat kekayaan tersebut.


2. Takut Jadi Target Penculikan

Kekhawatiran selanjutnya adalah adanya rasa takut bahwa anak mereka akan dijadikan target penculikan.

Dalam ulasan di situs Time, seorang pewaris kekayaan dari salah satu orang terkaya di Amerika versi majalah Forbes mengatakan, ia khawatir terus-menerus terhadap keselamatan anak-anaknya yang rawan penculikan. Padahal menurut data FBI, penculikan anak yang dilakukan oleh orang asing termasuk jarang di Amerika dan hanya terjadi 332 kasus sepanjang tahun 2014.

Meskipun demikian, korban pernculikan anak orang kaya memang pernah terjadi beberapa kali di Amerika. Salah satu kasus tersebut antara lain kasus penculikan yang menimpa Ivan, anak konglomerat dari perusahaan software Eugene Kaspersky.

Walau terbilang jarang, anak para orang kaya ini memang tetap saja rentan terhadap kasus penculikan.

Menurut majalah penasihat keuangan, ahli yang memberikan keamanan untuk orang kaya mengatakan akun Facebook anak-anak itu dapat menjadi kunci kebocoran keamanan terbesar bagi keluarga kaya tersebut.

Alasannya, anak-anak konglomerat ini seringkali membagikan informasi dan foto-foto liburan pribadi. Hal ini tentu saja menarik perhatian oknum tertentu untuk menargetkan keluarga konglomerat tersebut dalam aksi kejahatan.


3. Rentan terhadap Tuntutan hukum

Di mana ada uang, ada pengacara yang juga penggugat tidak jujur bersedia melakukan segala cara untuk mendapatkannya.

"Satu hal yang benar-benar mengejutkan saya adalah dengan kekayaan, datanglah tuntutan hukum," kata Bryan Clayton selaku CEO dari platform layanan perawatan kebun, Green Pal.

Berdasarkan survei dari Prince And Associates, kurang dari 20 persen orang dengan kekayaan bersih senilai 1 juta dolar merasa khawatir akan tuntutan hukum.

Ketakutan yang sama juga dirasakan oleh 80 persen orang dengan kekayaan bersih lebih dari 20 juta dolar. Selaras dengan pernyataan Mark Cuban, pengusaha terkenal yang akan menolak investasi jika ada risiko sekecil apapun terkait kemungkinan adanya tuntutan hukum.


4. 'Bank' bagi keluarga dan teman

Memiliki kekayaan berlimpah tentu saja membuat orang sekitar menjadikan konglomerat sebagai 'bank'.

Valerie Rind, seorang penulis buku berjudul Gold Diggers and Deadbeat Dads: True Stories of Friends, Family, and Financial Ruin mengatakan "jika seorang teman atau anggota keluarga berpikir Anda memiliki uang, mereka cenderung terus menerus meminjam uang dari Anda daripada memikirkan cara untuk berjuang seperti Anda dalam mencari uang."

"Tapi mereka mungkin tidak menyadari bahwa orang-orang kaya mencapai dan mempertahankan kekayaan mereka melalui kerja keras serta langkah-langkah cerdas. Di mana mereka tidak akan meminjamkan uang dalam jumlah besar, jika kemungkinan besar mereka tidak pernah melihat uangnya lagi."

Selain itu, jika Anda memutuskan untuk meminjamkan uang perlu diingat bahwa sebuah transaksi mungkin saja akan mengubah sifat hubungan pribadi Anda dengan peminjam selamanya.

Kekayaan menjadi masalah keluarga, ketika salah satu memiliki jauh lebih banyak uang daripada anggota keluarga lain.


5. Lumbung Uang Orang Lain

"Jika Anda terkenal kaya, orang-orang akan meminta uang Anda," kata seorang penulis blog perjalanan mewah.

Ia menjelaskan bagaimana di media sosial Twitter miliknya seringkali mendapati cerita memilukan dan permintaan uang, meskipun ia tak mengenal jelas pengirimnya. Seolah-olah ia adalah lumbung uang.

Selain itu, ia yang merupakan ahli waris dari salah satu konglomerat di daftar Forbes ini mengaku ada yang sengaja mengirimkan permintaan sumbangan rutin untuk kegiatan amal favorit semua orang.

Bahkan secara menyeluruh terdapat thread di situs Quora, yang dikhususkan untuk pertanyaan terkait cara mendapatkan daftar orang kaya yang bersedia membantu keluarga yang membutuhkan.

Padahal jika informasi kesedian itu kepada semua orang, maka mereka akan dibanjiri telepon, surat, bahkan pengunjung yang semuanya meminta pertolongan.

"Mereka tidak bisa membantu semua orang," ungkap salah seorang responden.


6. Meragukan pertemanan

Sebuah thread di Reddit menanyakan kelemahan menjadi kaya raya ke sejumlah konglomerat. Sementara Daily Mail baru-baru ini melaporkan bahwa seorang responden pria mengaku sulit menemukan teman sejati, dan kondisi itu semakin memburuk ketika keluarganya mengalami kemunduran ekonomi.

"Mereka membuang saya dalam sekejap, karena saya tidak lagi membayarkan tagihan minuman makanan mahal mereka di klub. Sangat sedih, awalnya saya berpikir bahwa mereka adalah teman-teman saya," ungkap pria tersebut mengungkapkan rasa kecewanya.

Hal ini membuatnya tidak pernah melihat teman-temannya itu dengan sudut pandang yang sama lagi ketika kondisi ekonomi keluarganya bangkit.

Tidak hanya itu, beberapa responden dari sebuah studi di Boston College mengatakan bahwa para konglomerat mempertanyakan berapa banyak dari teman-teman mereka yang berteman tanpa pamrih.

"Saya mulai bertanya-tanya berapa banyak orang yang kita kenal akan memutuskan hubungan pertemanan setelah mereka tidak bisa mendapatkan sesuatu dari kami?" kata salah satu responden.


7. Kehilangan teman lama

Ketakutan yang lain adalah takut akan kehilangan teman-teman lama, sebelum para orang kaya ini mencapai kemakmuran ekonomi seperti sekarang.

Seseorang yang baru-baru ini menjadi kaya raya mengatakan, bahwa perbedaan gaya hidup membuatnya tidak bisa sungguh-sungguh berteman dengan teman-teman lamanya itu.

Sementara salah seorang responden dari survei di Boston College mengaku dirinya mempertanyakan kemungkinan perubahan dalam berteman karena kekayaan, sehingga ia tidak secara jelas membeberkan jumlah kekayaannya kepada orang lain.

"Sangat sedikit orang yang tahu tingkat kekayaan saya. Dan jika mereka mengetahuinya, saya percaya itu akan mengubah hubungan kita dalam banyak hal," ungkapnya.


8. Keraguan terhadap pasangan

Ternyata keraguan para orang kaya ini tidak hanya melanda keluarga dan teman mereka saja, melainkan juga pasangan. Bisa dikatakan orang yang sangat kaya akan memiliki pemikiran bahwa suami/istri yang tidak sama kayanya mungkin tak sungguh-sungguh mencintainya.

Singkatnya, harta merekalah yang membuatnya ingin menikah.

Senada dengan hal ini, hampir sebagian besar konglomerat sependapat bahwa jika mereka telah bersama-sama dengan pasangan jauh sebelum kaya raya, maka rasa cinta lebih besar dibandingkan mereka yang bertemu pasangan setelahnya.

Bagi mereka, ancaman dari para pencari harta ini nyata. Bahkan dalam laman New York Post, terdapat salah seorang yang mengatakan ia lebih menyukai orang berdompet raksasa.

Marlon, seorang penulis blog Frustrated Billionaire, menyampaikan bahwa rata-rata seseorang menikahi konglomerat karena nama dan apa yang dimilikinya. Ia juga menambahkan bahwa perjanjian pranikah cukup diperlukan.


9. Tidak percaya para pengatur aset

Orang kaya hampir selalu menyewa orang untuk mengelola portofolio, rumah tangga, dan aset lainnya. Ketika ada begitu banyak uang yang dipertaruhkan, beberapa mungkin merasa sulit untuk percaya terhadap orang-orang pilihannya dalam mengelola aset.

Seorang pengacara di San Diego menceritakan kisah kliennya yang menyembunyikan 1 juta dolar dalam bentuk koin emas di bawah tempat tidurnya. Setelah pria itu meninggal asisten pribadinya tetap tinggal di rumah tersebut, dan rumor beredar bahwa koin emas tersebut tak bisa ditemukan.


10. Khawatir terhadap segala hal

Jatuhnya harga aset, Federal Reserve, suku bunga, fluktuasi saham, peredaran uang dunia, dan segala hal yang mempengaruhi kekayaan akan menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para orang kaya.

Mereka terlalu khawatir akan jatuh miskin, bagaikan salah satu unit di pasar saham yang harganya terjun bebas.

Dari perumpaan itu dapat dikatakan bahwa uang tidaklah penting, kecuali kamu tidak memilikinya.

Namun, hal yang pasti dari semua ini adalah, uang dapat mengurangi sedikit rasa khawatir meskipun kehidupan sehari-hari tetaplah sama seperti lainnya.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya