Liputan6.com, Washington, DC - Libur panjang akhir pekan di Amerika Serikat (AS) dalam rangka merayakan Hari Dr. Martin Luther King Jr. diwarnai dengan sejumlah demonstrasi. Isi dari unjuk rasa itu adalah menentang berbagai program Donald Trump ketika kelak ia memimpin AS.
Mereka yang menggelar unjuk rasa adalah kaum minoritas AS. Aksi demonstrasi itu digelar menjelang pelantikan Trump menjadi Presiden ke-45 AS.
Advertisement
Dikutip dari VOANews, pada Senin (16/1/2017), demonstrasi bertajuk "We Shall Not Be Moved (Kami Tidak Akan diusir)" itu dipimpin pendeta yang juga aktivis, Al Sharpton.
"Melindungi hak-hak sipil warga negara dan hak pilih rakyat yang disisihkan, menyediakan asuransi kesehatan bagi semua orang Amerika dan kesempatan yang sama seharusnya mengalahkan perselisihan apapun," demikian disebutkan pada situs kelompok dan acara itu.
"Berbagai kelompok datang dan pergi, pemilu silih berganti, tetapi beberapa hal harus tetap ada dan tidak bisa ditawar."
Demonstrasi itu dilakukan pada libur panjang akhir pekan ketika warga AS memperingati Hari Dr. Martin Luther King Jr. Sosok itu terkenal karena kerja kerasnya dalam mengakhiri rasialisme dan mempromosikan hak-hak sipil pada tahun 1950-an dan 1960-an.
Pada Sabtu siang, protes "Here to Stay (Tetap Di Sini)" yang mendukung hak-hak imigran dan minoritas berlangsung di gereja Washington.
"Tim Trump menyatakan, sebagian langkah pertamanya akan menargetkan imigran dan Muslim," demikian pernyataan dari gerakan itu.
"Kami akan bergandengan dan bersama menentang kriminalisasi, deportasi massal, dan kejahatan kebencian. Kami #TetapDiSini dan kami tidak akan pergi."
Semasa kampanye, Donald Trump berjanji akan "membangun tembok" di sepanjang perbatasan dengan Meksiko serta memulai keharusan registrasi bagi Muslim, ide-ide yang menjadi landasan bagi imigran, minoritas, dan kaum liberal yang lebih luas untuk melancarkan protes sejak Trump terpilih November lalu