Cara Bertengkar Sehat ala Pasangan Bahagia

Pasangan bahagia bukan mereka yang tak pernah bertengkar, tapi mereka yang bisa bertengkar secara produktif.

oleh Nilam Suri diperbarui 16 Jan 2017, 13:20 WIB
Pasangan bahagia bukan mereka yang tak pernah bertengkar, tapi mereka yang bisa bertengkar secara produktif.

Liputan6.com, Jakarta Tak ada pasangan, bahkan pasangan bahagia, yang tak pernah bertengkar, tak peduli semesra apapun mereka kelihatannya.

Pada faktanya, sesehat apapun hubungan suatu pasangan, bertengkar--atau setidaknya menemukan masalah--tidak akan bisa dihindari. Demikian ujar Franklin Porter, Ph.D., terapis pasangan asal New York City.

Sayangnya anggapan bahwa bertengkar adalah suatu hal yang buruk belum bisa dihilangkan, padahal tak selamanya seperti itu. "Bertengkar, ketika memang dibutuhkan, bisa jadi hal yang baik," ujar Porter.

Dan hanya karena pasangan terlihat sangat sempurna sampai-sampai Anda merasa iri, bukan berarti mereka tak memiliki konflik.

Namun, dalam suatu hubungan yang sehat, para pasangan bahagia tidak akan berusaha untuk menghindari cekcok. Mereka akan menghadapi hal itu dengan cara yang malah akan memperkuat ikatan mereka.

"Pasangan bahagia bisa menahan masalah mereka jadi besar, karena mereka belajar bagaimana caranya berkomunikasi," lanjut Porter. Jika Anda merasa aman dalam hubungan, dan bisa menunjukkan respek dan cinta pada pasangan, maka pertengkaran yang terjadi tak akan berlanjut jadi berlebihan.

Melansir Prevention, Senin (16/01/2017), berikut adalah beberapa hal yang paling sering menimbulkan pertengkaran, dan bagaimana cara Anda bisa menghadapinya ala pasangan bahagia dengan hubungan yang sehat:


1. Masalah: uang

Masalah: uang

Pertengkaran seputar masalah uang memiliki kecenderungan untuk berakar sangat dalam, ujar Porter. Misalnya, bisa jadi pasangan tidak senang dengan pengeluaran Anda saat liburan kemarin, yang disebabkan karena sejarahnya yang pernah hidup susah. Bisa jadi, pengeluaran Anda tadi tiba-tiba membuat pertengkaran pecah.

Cara menghadapinya: Coba terapkan rasa empati. Lihatlah masalah secara keseluruhan--rasa rapuh pasangan dan penyebabnya. Hal ini bisa membantu Anda berdua melakukan percakapan yang produktif.

Jadi alih-alih mencari pembenaran atas pengeluaran Anda, dan menuduh suami sebagai orang yang boros, coba luangkan waktu untuk bertanya padanya, kenapa hal itu membuatnya kesal. Dan dengarkan penjelasannya baik-baik.


2. Masalah: seks

Masalah: libido yang tak sama

"Salah satu isu yang paling sering saya temukan adalah, libido yang tak sama," ujar Porter. Dan ketika Anda merasa kebutuhan Anda tak terpenuhi, susah untuk membicarakannya, lanjutnya.

Itulah kenapa banyak pasangan yang memutuskan untuk menghindari pembahasan seputar seks--sampai akhirnya hal itu menjadi masalah besar. Ketika Anda menyampaikan apa yang ada di pikiran, Anda akan memulai percakapan yang akan bekerja menuju solusinya, jelas Porter.

Cara menghadapinya: Para pasangan yang harus menghadapi masalah ini dan berhasil menyelesaikannya menghindari penggunaan kata "selalu" dan "tidak pernah," ujar Porter.

Kedua kata tadi akan memblokir percakapan ke arah yang produktif. Sebagai contoh jangan bilang: "Kamu tidak pernah mau berhubungan seks, hal itu sangat mengesalkan!" Ucapan tadi hanya akan membuat pasangan jadi defensif.

Alih-alih, coba bilang, "Aku merasa sedih ketika kamu menolak ajakanku untuk bercinta." Hal itu akan memberi pasangan kesempatan untuk menanggapi tentang bagaimana dia telah membuat Anda sedih, dan bukannya menghadapi tuduhan.


3. Masalah: tak fokus saat bersama

Masalah: tak fokus saat menghabiskan waktu bersama pasangan.

Anda mungkin tak bisa ingat, kapan terakhir kali Anda benar-benar tidak online--tak ada email pekerjaan, tak ada texting, tak ada bermain media sosial apapun.

Di samping fakta, kita memang butuh waktu untuk menjauhkan diri sejenak dari gawai, terus melihat gawai saat menghabiskan waktu bersama pasangan bisa membuat pasangan merasa terabaikan.

Cara menghadapinya: Bisa jadi permasalahan sehubungan gadget ini bukan lagi hal baru, namun tetap juga belum bisa Anda berdua selesaikan.

"Jika sudah sampai pada titik di mana Anda berdua tak lagi bisa melakukan dialog yang konstruktif, salah satu pasangan perlu menundukkan keinginan untuk berhenti sejenak dari argumen tadi dan melihat ke belakang," ujar Porter.

Hal ini perlu dilakukan karena para pasangan memiliki kecenderungan untuk membelokkan omongan pasangannya ketika mereka merasa tidak setuju. Dan pasangan yang bahagia mengenali pola ini, dan menghentikannya ketika pertengkaran mereka hanya berputar-putar saja.

Jadi, alih-alih jadi bertengkar membabi buta, ambil jedalah. Dan tentukan kapan Anda akan melanjutkan diskusi tersebut. Sementara itu, ambil genjatan senjata. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya