Liputan6.com, Jakarta - Setelah hampir satu dekade dalam proses pengembangan--perubahan platform dan sutradara, Final Fantasy XV akhirnya resmi dirilis.
Sudah tak asing dengan seri-seri Final Fantasy (FF) sebelumnya, kami (Tekno Liputan6.com .red) memiliki ekspektasi tinggi untuk seri teranyar buatan Square Enix ini.
Bagaimana tidak, dua seri FF sebelumnya--FFXIII dan FFX--sebelumnya dirasa tidak mampu mewakili 'jiwa' role playing game (RPG) Final Fantasy seutuhnya. Karena itu, tidak terlalu berlebihan bila kami sangat menanti kehadiran Final Fantasy XV.
Tak hanya itu, Final Fantasy XV merupakan gim Final Fantasy pertama yang dirilis sang pengembang untuk konsol current generation seperti PS4 dan Xbox One.
Baca Juga
Advertisement
Selain penantian yang lama dan seri FF pertama yang meluncur di konsol terkini, banyak penggemar gim seri ini penasaran ingin merasakan sensasi memainkan gim RPG fenomenal dalam balutan grafis ciamik nan memanjakan mata ini.
Sayangnya, rasa penasaran yang sudah terlalu lama dipendam, kian 'membengkak' karena Square Enix menarik ulur informasi seputar gim action RPG ini.
Pun begitu, asumsi orang-orang yang mengatakan bahwa Final Fantasy XV bukanlah seri Final Fantasy sesungguhnya, malah semakin memecut keinginan untuk memainkan gim tersebut. Tak hanya kami, bagi sebagian penggemar Final Fantasy garis keras pun akan mengalami hal yang sama ketika mendengar anggapan demikian.
Sekadar catatan, Final Fantasy XV adalah 'reinkarnasi' dari Final Fantasy Versus XIII, yakni salah satu seri spin-off Final Fantasy XIII yang diumumkan pada 2006 silam.
Saat itu, seri spin-off Final Fantasy XIII rencananya dibagi menjadi dua: Final Fantasy Versus XIII dan Final Fantasy Agito XIII (yang pada akhirnya berubah nama menjadi Final Fantasy Type-0). Namun karena terbentur satu dan lain hal, penggarapan Final Fantasy Versus XIII molor dan hilang entah ke mana.
Tak ada informasi lebih lanjut seputar Final Fantasy Versus XIII selama bertahun-tahun. Padahal, Square Enix kadung memperkenalkan sang karakter utama, Noctis Lucis Caelum lengkap dengan secuil cuplikan cerita yang sudah direka-reka penggemarnya.
Barulah pada 2013, Square Enix akhirnya mengumumkan nasib Final Fantasy Versus XIII di gelaran E3. Kabar buruknya, Final Fantasy Versus XIII tak lagi dilanjutkan, padahal seri spin-off Final Fantasy Type-O tetap dilanjutkan Square Enix, dan bahkan sudah dirilis untuk PSP dan PS4.
Kabar baiknya, Final Fantasy Versus XIII berubah nama menjadi Final Fantasy XV. Ya, seri kelima belas Final Fantasy mengadopsi cerita dari Final Fantasy Versus XIII.
Dengan mengadopsi cerita Versus XIII, lantas apakah Final Fantasy XV bakal sesukses seri-seri sebelumnya? Belum ada banyak jawaban yang pasti saat itu, apalagi Square Enix cuma mengumbar sedikit cuplikan dari permainan yang mereka klaim proses penggarapannya baru berjalan 50 persen waktu itu.
Lalu, soal karakter? Tak ada yang berubah toh, cuma salah satu karakter idaman di Versus XIII--Stella Nox Fleuret--tak lagi muncul di trailer Final Fantasy XV.
Wanita berparas cantik nan dingin itu malah digantikan Lunafreya Nox Fleuret sosok karakter berambut pirang, sedikit lebih kecil dengan paras lembut, seolah memiliki kesan 'gampang rapuh'.
Selain itu, ada beberapa cutscene yang ditambahkan lebih banyak dari trailer lama Final Fantasy Versus XIII, namun tetap saja tidak memancing antusias untuk memainkan gim ini. Meski pada akhirnya sedikit terpancing dengan konflik yang berlangsung di trailer.
Square Enix mengklaim, mereka menghabiskan waktu 10 tahun untuk menggarap Final Fantasy XV. Yang pada kenyataannya, Final Fantasy XV sebetulnya hanya memakan waktu penggarapan tiga tahun.
Sisanya? Mungkin Square Enix menentukan konsep pengganti Final Fantasy Versus XIII. Oh, Tetsuya Nomura, yang saat itu dinobatkan menjadi sutradara Final Fantasy Versus XIII, tiba-tiba memutuskan untuk mengundurkan diri dari proyek ini.
Sebagai gantinya, kursi sang sutradara diduduki oleh Hajime Tabata. Bisa jadi, transisi antara Nomura dan Tabata juga memakan waktu yang cukup lama pada interval bertahun-tahun.
Sedikit kilas balik, Square Enix sepakat merilis Final Fantasy XV pada 29 November 2016 lalu. Kami pun akhirnya berkesempatan untuk memainkan gim ini selama sekitar hampir satu setengah bulan.
Selebihnya, ulasan lengkap bisa dilihat di bawah.
Storyline
Cerita
Final Fantasy XV mengambil setting dunia modern, yang sarat dengan teknologi dan kultur milenial.
Orang-orang di dalam gim ini terbiasa menggunakan smartphone, mereka kerap berfoto selfie, makan makanan lezat, menyetir mobil, hampir semua yang terjadi di dalam gim ini nyaris dilakukan manusia di dunia nyata.
Masih ingat dengan tagline Final Fantasy XV yang berbunyi, "This is a fantasy based in reality"? Yup, ini buktinya.
Meski begitu, unsur silsilah kerajaan tetap diusung Square Enix sebagai elemen sentral Final Fantasy XV.
Bagi kamu yang sudah menonton film prekuel Final Fantasy XV, yakni Kingsglaive, pasti paham betul mengapa kerajaan memegang peran besar di dalam gim ini.
Setting lokasi Final Fantasy XV terjadi di dunia bernama Eos, di mana dua kerajaan: Lucis dan Niflheim, menjadi kubu yang bertolak belakang.
Niflheim adalah kerajaan provokator yang berambisi mengambil alih tanah Lucis, lebih tepatnya Insomnia sebagai ibukotanya.
Namun sebagai bentuk kesepakatan 'perdamaian', Niflheim ingin mengambil alih Insomnia dengan menawarkan putri tawanannya, Lunafreya Nox Fleuret, untuk menikah dengan sang pangeran Lucis, yaitu Noctis.
Singkatnya, tawaran Niflheim ternyata cuma kedok. Motif utama mereka hanya ingin mengambil kristal Lucis dan membunuh Regis Lucis Caelum, ayah dari Noctis.
Konflik pun dimulai saat runtuhnya kerajaan Lucis terdengar ke Noctis, yang saat itu hendak disuruh 'kabur', pergi ke Altissia untuk menikah dengan Lunafreya.
Saat perjalanan, Noctis bersama sahabat yang sekaligus 'pengawalnya': Gladiolus, Prompto dan Ignis, harus menerima tragedi pahit di mana kerajaannya runtuh, dan ayahnya tewas secara tragis.
Final Fantasy XV di mata kami bukanlah sebuah gim sembarang soal sekelompok anak muda yang asyik menyetir mobil menelusuri jalanan, menikmati kamping dengan makanan-makanan menggunggah, atau sekadar menggoda montir seksi untuk menerima diskon upgrade mobil.
Memang, semua yang sudah disebutkan tadi menjadi elemen yang memperkuat cerita, membuatnya semakin lebih nyata.
Final Fantasy XV justru adalah kisah yang menitikberatkan ke perjuangan Noctis yang harus kembali merebut tahta kerajaan yang telah direbut Niflheim, sehingga akhirnya ia tahu bahwa harus ada pengorbanan yang dilakukan agar tak hanya dapat menyelamatkan Lucis, namun juga Eos.
Gim ini memiliki cerita dan konflik yang kuat, sayangnya eksekusi pembagian alur cerita terbagi ke beberapa bagian.
Di satu sisi, Square Enix cukup cerdik melakukan metode monetisasi yang strategis. Mereka bisa membagi plot cerita ke beberapa bagian, seperti film layar lebar Kingsglaive, serial anime Brotherhood, serta gim prekuel yang bernama A King's Tale.
Dengan begitu, jika pemain ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Final Fantasy XV, mereka harus menjajal semua bagian secara utuh.
Sayangnya, terlalu banyak 'lubang' di dalam cerita utama gim. Banyak adegan yang seharusnya bisa divisualisasikan dalam cutscene, nyatanya cuma dinarasikan dalam bentuk teks kalimat.
Parahnya, cuplikan-cuplikan yang diumbar di trailer Final Fantasy XV sebelumnya dipotong Square Enix tanpa ampun. Saya bisa bilang, hanya 20 persen adegan yang ada di trailer Final Fantasy XV muncul di versi gim final.
Alangkah lebih baik Square Enix membutuhkan waktu lebih banyak lagi--kira-kira enam bulan--agar mereka dapat mengisi plot hole yang dirasa menjatuhkan alur cerita begitu saja.
Sayang rasanya jika melihat cerita yang dinarasikan begitu 'jor-joran' di Kingsglaive, langsung terasa datar dan tidak maksimal di versi gim.
Advertisement
Gameplay
Modus Permainan
Final Fantasy XV mengusung gameplay Action RPG, berbeda dengan seri Final Fantasy sebelumnya yang mengusung elemen turn based.
Ini sempat membuat kami skeptis dengan seperti apa tampilan modus permainan gim ini. Setidaknya, gim ini mengusung skema open world yang bisa dieksplor. Bayangkan, Final Fantasy XV hadir dengan konsep world map, hanya lebih realistis.
Sebetulnya, setelah memainkan gim ini lebih dari satu bulan, bisa di bilang Final Fantasy XV lebih dari sekadar Action RPG. Cara Tabata mengemas gim ini cukup unik, ia mampu membumbui elemen-elemen permainan tambahan yang cukup meramaikan gameplay.
Saat pertama kali memainkan Noctis, menjajal jalanan, menyetir mobil, berbicara dengan karakter NPC (Non Playable Character), ternyata gim ini tidak seburuk yang dipikir. Grafis yang begitu memukau menjadi 'obat' yang membuat kami 'nyaman' memainkan gim ini.
Berbeda dengan seri Final Fantasy lainnya yang mengandalkan armada kereta atau airship untuk mengeksplorasi open world, Final Fantasy XV mengandalkan mobil sebagai armada transportasi utamanya.
Namun bukan berarti, kamu tidak bisa menikmati sensasi naik kapal atau terbang dengan airship. Semua ada waktunya. Hanya, jika ingin terbang, kamu harus meng-upgrade Regalia (mobil Noctis) dengan komponen tambahan yang bisa dicari dalam sidequest khusus.
Asyiknya, mobil ini juga bisa dimodifikasi semau kamu. Kamu bisa mengubah warna mobil, ban, hingga mendekor ulang interiornya.
Uniknya, mobil ini bisa memutar musik-musik Final Fantasy lawas. Bayangkan, keliling dunia Eos dengan musik Final Fantasy karya Nobuo Uematsu. Apalagi yang kamu minta?
Seperti yang dijelaskan di atas, gim ini memiliki elemen gameplay tambahan yang dapat memaksimalkan pengalaman bermain. Keempat karakter punya skill yang masing-masing bisa diasah.
Skill tersebut bisa dimaksimalkan lewat experience gaining yang dilakukan saat kamping. Karena itu, kamping merupakan salah satu fitur penting yang harus dilakukan pemain untuk grinding level.
Noctis bisa memancing. Di sepanjang permainan, ia bisa mengoleksi ikan yang dipancing dari lokasi di seluruh dunia.
Prompto sangat menyukai fotografi. Di sepanjang permainan pun, ia akan mengoleksi foto-foto dari momen secara random.
Gladio andal di skill Survival, yang mana skill milik pria berpostur besar ini tidak terlalu penting-penting amat. Jika kamu ada niat (atau memang mau) memaksimalkan skill Survival-nya Gladio, konon katanya bisa mengambil item-item langka di sepanjang permainan.
Nah, skill yang menurut kami menarik adalah skill-nya Ignis. Yup, skill ini pun lagi-lagi dianggap sebagai salah satu fitur penopang kesuksesan Final Fantasy XV, yaitu skill memasak.
Selama kamping, Noctis dkk akan disuguhkan makanan yang dimasak Ignis. Semakin tinggi level skill-nya, tentu semakin lezat makanan yang ia masak.
Asyiknya, ada banyak sekali jenis makanan yang bisa ia temukan di sepanjang permainan. Masing-masing makanan memiliki efek untuk memaksimalkan status atau sekadar menyembuhkan HP (Health Point).
Visualisasi makanan yang disuguhkan dalam gim ini pun nyaris seperti makanan di dunia nyata!
Combat System & Sidequest
Sistem Pertarungan dan Misi Tambahan
Seperti yang disebutkan sebelumnya, kami sempat skeptis dengan modus permainan--apalagi sistem pertarungan--di Final Fantasy XV.
Pada kenyataannya, kami salah. Bertarung di Final Fantasy XV memiliki sensasi seperti bertarung di dunia nyata. Agak konyol memang bila gim dengan grafis sememukau ini masih mengusung sistem pertarungan turn based.
Pion utama pertarungan akan dipegang utuh oleh Noctis. Pemain bisa mengganti setidaknya ada empat arsenal (persenjataan) yang bisa dikerahkan.
Jadi, sebutlah Noctis bisa saja menggunakan Shuriken, pedang, tombak atau belati dalam waktu yang bersamaan. Oh, menariknya Noctis bisa melakukan warp strike. Ia bisa melakukan serangan bersamaan dengan kemampuannya berteleportasi. Inilah yang membuat nuansa pertarungan kian intens.
Modus penyerangan berlangsung ala hack and slash. Sayang, gim ini tidak meberikan kesempatan kepada pemain untuk memainkan Gladio, Prompto atau Ignis.
Mereka akan bertarung secara NPC mengiringi Noctis. Akan tetapi, bukan berarti Noctis tidak bisa bekerjasama dengan mereka. Fitur Tech Attacks, memudahkan kami untuk menginstruksikan ketiga rekan lainnya untuk mengerahkan special Attack.
Sistem magic di Final Fantasy XV juga menjadi nilai lebih dan sebuah inovasi. Final Fantasy XV mengusung sistem Elemancy di mana pemain dapat crafting (mengumpulkan) magic dasar seperti Ice, Lightning dan Fire untuk membentuk magic yang lebih kuat.
Bahkan, berkesempatan untuk membuat daya serang magic yang dikerahkan meningkat dengan Dualcast, Tricast, Quadcast dan Quintcast. Dengan begitu, magic yang Noctis dkk bisa mengerahkan Firaga, contohnya, sebanyak lima kali jika menggunakan Quintcast.
Untuk dapat melakukan craft magic, Noctis pun harus mengambil elemental magic dari beberapa 'pos' yang tersebar di Eos. Sebagai catatan, ia bisa menampung setidaknya hingga 99 elemental magic untuk mencampurnya dalam crafting.
Rasanya, tak lengkap bicara Final Fantasy XV tanpa kehadiran summon. Ini yang sebenarnya sangat disayangkan. Keberadaan summon atau lebih sering disebut Astral di gim ini, sepertinya tidak terlalu diperhatikan. Padahal faktanya, mereka juga muncul dan punya porsi besar di sepanjang alur cerita.
Gim ini memiliki enam Astral: Ramuh, Titan, Leviathan, Shiva, Bahamut dan Ifrit. Sayang, yang hanya bisa diperbantukan di sepanjang pertarungan hanyalah Ramuh, Titan, Leviathan dan Shiva.
Itu pun mereka hanya muncul dalam kondisi tertentu dan tidak diberikan kendali untuk memanggil mereka. Katakanlah tengah bertarung di wilayah Cleigne, yang muncul bisa jadi Ramuh atau Titan.
Lalu bagaimana dengan Bahamut dan Ifrit? Mereka hanya sekadar berperan menjadi 'pemanis' di ujung cerita. Padahal, jika mereka bisa dipanggil, bisa melengkapi sequence penyerangan summon yang ada di permainan.
Sidequest di di dalam gim ini dinilai menjadi poin tambahan untuk gim ini. Anehnya, sidequest lebih 'leluasa' dilakukan kala gim sudah ditamatkan terlebih dahulu.
Sebetulnya, ada banyak sidequest yang bisa dilakukan di sepanjang permainan sebelum akhirnya menamatkan Final Fantasy XV.
Namun, lagi-lagi grinding level karakter jadi pertimbangan mengapa kami harus melakukannya setelah menamatkan permainan.
Kebanyakan sidequest membutuhkan antara: karakter dengan level 90 ke atas, atau memiliki armada terbang seperti Regalia Type-F.
Sidequest-sidequest ini berupa dungeon rahasia yang tersebar di benua Lucis, dapat dieksplor dan menawarkan item spesial.
Advertisement
Music
Musik
Terakhir, musik menjadi poin mengapa Final Fantasy XV pada akhirnya wajib dimainkan. Menurut kami, keputusan Square Enix mengajak komposer kawakan Yoko Shimomura dinilai tepat.
Shimomura dan Final Fantasy XV merupakan dua elemen yang tak dapat dipisahkan. Setiap scoring yang ia ciptakan, terasa begitu pas berjalan dengan rangkaian adegan yang berlangsung di sepanjang permainan.
Karya favoritnya yang sangat kami sukai adalah Somnus dan The Niflheim Empire.
Ini juga merupakan seri Final Fantasy XV pertama yang memiliki lebih dari dua battle theme, dan Shimomura begitu terampil melakukan komposisi scoring pertarungan yang sempurna, berani dan penuh dengan karakter. Tak berlebihan jika menyebut Shimomura merupakan suksesor dari Nobuo Uematsu.
Secara kesimpulan, terlepas dari segala kekurangannya, Final Fantasy XV sebetulnya bisa lebih baik dari ini. Lebih sempurna dari yang sudah dimainkan.
Dan, salah satu momok terbesar yang dipikul gim ini adalah plot hole, hilangnya cerita di sepanjang permainan. Jika saja Square Enix benar-benar menambah waktu penggarapan, mungkin Final Fantasy XV akan memiliki cerita yang lebih lengkap dan bermakna. Dengan begitu, bisa dibilang Final Fantasy XV menjadi hasil kerja keras Square Enix yang tanggung, dalam hal penempatan cerita.
Dengan segala poin tambahan yang disebutkan, gim ini layak dimainkan sekadar untuk mengisi waktu dengan memenuhi sidequest, atau sekadar menghibur diri dengan grafis nan manis yang memanjakan mata, namun bukan gim yang dapat memenuhi ekspektasi pemain dalam hal penyaluran cerita.
Skor: 8/10
(Jek/Ysl)