Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati belum puas dengan pencapaian peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB) Indonesia yang bertengger di posisi 91 atau naik 15 peringkat dibanding sebelumnya yang berada di urutan 106.
Sementara peringkat daya saing Indonesia merosot ke posisi 37. Pemerintah terus berupaya mereformasi birokrasi maupun investasi membangun infrastruktur melalui alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sri Mulyani menyatakan, masalah kemudahan berusaha merupakan hal sensitif banyak negara di dunia. Tak heran, dia menuturkan, bila negara-negara di dunia melakukan investasi besar-besaran untuk menciptakan daya saing.
"EoDB merupakan hal yang sangat serius bagi banyak negara. Putin bahkan meminta Bank Dunia untuk membina para Gubernurnya supaya peringkat EoDB di negaranya meningkat," kata dia saat menghadiri acara Indonesia Economic Quarterly oleh Bank Dunia, di Auditorium CSIS, Jakarta, Selasa (17/1/2017).
Baca Juga
Advertisement
Sri Mulyani mengaku, belum puas dengan pencapaian peringkat kemudahan berusaha Indonesia yang saat ini berada di urutan 91. Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan peringkat kemudahan berusaha tembus 40 besar dunia.
"Memang di beberapa bidang naik, tapi peringkat 91 tidak puas. Ini bukanlah posisi terbaik," ujar dia.
Dia menilai, peringkat kemudahan berusaha Indonesia naik 15 peringkat berkat upaya dan komitmen Presiden Jokowi untuk bisa membenahi peraturan serta perbaikan kebijakan lainnya untuk meningkatkan kemudahan berusaha dan meningkatkan daya saing industri nasional.
"Peringkat naik bukan karena saya, tapi dari pengalaman saya belum ada Presiden yang turun langsung langsung ke lapangan, membahas permasalahan kemudahan bisnis maupun daya saing, pergi ke pelabuhan, evaluasi dari satu lembaga ke lembaga lain karena berkomitmen melaksanakan perbaikan. Presiden di negara lain memang sangat konsen soal hal ini, tapi jarang membahas langsung," papar dia.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah melakukan reformasi, investasi besar membangun infrastruktur tidak hanya berpusat pada Pulau Jawa, tapi melakukan pemerataan di Pulau Sumatera, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, sampai Papua.
"Jadi kita ingin setiap investasi yang kita keluarkan tidak hanya memberi keuntungan di Pulau Jawa saja. Karena bicara soal pertumbuhan ekonomi, harus dirasakan semua warga Indonesia di seluruh daerah" jelas dia.