Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) tak menampik adanya pedagang mencari untung atas tingginya harga cabai rawit merah di pasaran. Saat ini harga cabai di pasaran menembus Rp 140 ribu per kg.
Namun, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, hal tersebut bukanlah spekulan yang diartikan menahan barang sampai berbulan-bulan. Pasalnya, cabai rawit merupakan komoditas yang cepat busuk.
"Tapi saya tidak sebut itu spekulan. Pedagang memanfaatkan harga tinggi," kata dia kepada Liputan6.com, seperti ditulis di Jakarta, Rabu (18/1/2017).
Meski tak secara rinci, dia meyakini pedagang ini tak mengambil untung banyak. "Tapi ya spekulasi ada, tapi tidak gede karena barangnya 1-2 hari habis," ujar dia.
Tingginya harga cabai rawit semata karena cuaca yang buruk. Hal itu berdampak pada produktivitas petani. Sebagai contoh, jika petani biasa memanen sebanyak 6 juta ton, maka turun menjadi 2 ton. Atas kondisi tersebut, maka harga jual cabai menjadi tinggi.
"Petani karena turun drastis 6 jadi 2 ton. Biasaya Rp 20 ribu per kg dikompensasi dijual Rp 60 ribu per kg," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Oke menjelaskan, untuk sampai ke Jakarta cabai rawit setidaknya melewati empat pos dari petani. Cabai rawit sendiri didatangkan dari berbagai daerah seperti Sukabumi, Bandung, Sumedang, Garut, dan sebagainya.
Pasokan cabai rawit untuk Jakarta telah menurun drastis dari sebelumnya 150-200 ton per hari menjadi 50 ton per hari. "Yang jelas pasokan di Kramat Jati biasanya menyerap 150-200 ton per hari. Sekarang 50 ton per hari," kata dia.
Pemerintah, kata Oke, telah berupaya untuk menekan harga cabai. Dia mengatakan telah melakukan koordinasi dengan lintas instansi. Misalnya, dia mengatakan Kementerian Pertani (Kementan) membuat kelompok pengumpul untuk memangkas rantai distribusi.
"Salah satunya intervensi kita menginginkan tidak terlalu panjang rantai distribusi. Kita kerja sama Kementan para pengumpul tidak terlalu spekulasi bikin kelompok tani jualnya bareng-bareng," ucap dia.
Dia juga mengatakan, pemerintah telah bekerja sama dengan badan usaha milik negara (BUMN) untuk intervensi pasar. "BUMN diinfokan Kementan, kita infokan daerah operasi pasar," ujar dia.
Kata pedagang
Sebelumnya pada 15 Januari 2017, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri menyatakan ada potensi besar permainan oknum-oknum nakal di balik meroketnya harga cabai, terutama jenis rawit merah. Namun dia membantah jika oknum tersebut berasal dari pedagang.
Mansuri mengatakan sangat mungkin ada oknum yang memanfaatkan minimnya pasokan cabai ke pasar untuk meraup untung sebesar-besarnya. Akan tetapi, dia meyakini oknum tersebut bukan dari tingkat pedagang di pasar.
"Potensi (permainan) itu selalu ada. Sangat mungkin ada pihak yang sengaja memanfaatkan kondisi ini untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Mansuri menyatakan, pihaknya telah mengimbau para pedagang di pasar tradisional untuk tidak memanfaatkan kondisi ini untuk menaikkan harga cabai demi mencari keuntungan yang lebih besar.
"Kami sudah mengimbau kepada pedagang pasar untuk tidak memanfaatkan hal ini untuk ambil keuntungan besar. Kami imbau untuk tidak jual dengan harga yang tidak wajar, tapi pedagang ini terimanya sudah tinggi," kata dia.
Selain itu, dia juga meminta agar pemerintah tidak menyalahkan para pedagang pasar atas lonjakan harga cabai ini. Pemerintah harusnya mencari cara agar kenaikan harga ini bisa segera diredam dan tidak berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
"Kami minta kepada pemerintah dan kepolisian untuk menindak siapa pun yang memanfaatkan kondisi ini untuk keuntungan pribadi, termasuk pedagang. Tapi jangan asal tembak, karena pedagang pasar hanya korban saja. Karena ada pedagang besar di atasnya, ada pengepul dan lain-lain," ujar dia. (Amd/Gdn)