Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) disarankan mencopot Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) TNI Ryamizard Ryacudu pada resfulle kabinet jilid III. Pasalnya, beberapa kebijakannya blunder dan berpolemik.
Misalnya soal program bela negara yang materi dan prakteknya cenderung semi-militer. Padahal, Ryamizard sebelumnya meyakini dan menyatakan perang modern tak memakai fisik atau proxy war.
Advertisement
"Makanya, cara berpikirnya agak aneh," ujar Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, usai diskusi "Dibalik Isu Resuffle Jilid III: Siapa Pantas Diganti?" di bilangan Tebet, Jakarta, Selatan, Rabu (19/1/2017).
Apalagi, tujuan dari program Bela Negara adalah menciptakan generasi cinta tanah air.
Kemudian, sambung Ray, mayoritas anggaran Kemenhan pada APBN 2017 dari total Rp 108 triliun dialokasikan untuk masalah terorisme. Padahal, telah ada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang fokus pada masalah teror itu.
"Ini kan pemborosan anggaran," kata Ray.
"Bingung juga. BNPT juga, ada juga di situ. Job desc-nya (deskripsi pekerjaan) perlu diatur, supaya tidak tumpang tindih," kata Ketua Umum DPP Pemuda Perindra, Effendi Syahputra, pada kesempatan sama.
Sementara itu, politikus Golkar, Indra J Piliang, menyesalkan sikap Kemenhan yang tidak memprioritaskan pembelian produk dalam negeri dalam menambah alat utama sistem senjata (alutsista) yang dihasilkan PT Dirgantara Indonesia (DI) maupun PT Pindad.
"Kita lihat proses pembelian senjata, dari Cina. Kenapa enggak dari PT DI?" kata dia.
"Bagaimana mungkin punya daya saing kuat di era kompetisi sekarang, ketika uang (APBN, red) digunakan beli produk luar negeri. Susah sekali (untuk) pengusaha lokal," Indra Pilian menandaskan.