Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin membantah anggapan pihaknya memiliki material "kompromat" terkait Presiden Amerika Serikat ke-45 terpilih Donald Trump, jauh sebelum miliarder nyentrik itu terjun ke dunia politik.
Putin menyebut kabar itu omong kosong belaka. Ia mempertanyakan alasan Rusia memata-matai Donald Trump sebelum masuk dunia politik.
Advertisement
"Saat Trump datang ke Moskow, ia bukanlah figur politik. Dan kami bahkan tak menyadari ambisi politiknya," kata Putin dalam konferensi pers di Moskow, seperti dikutip dari BBC, Rabu (18/1/2017).
"Apakah ada yang berpikir agen rahasia kami mengincar setiap miliarder Amerika? Tentu saja tidak. Itu adalah omong kosong."
Putin menambahkan, ia juga tak habis pikir mengapa Trump--yang seperti dituduhkan--bertemu PSK di Moskow sementara ia mengorganisasi sebuah kontes kecantikan dan bertemu "perempuan-perempuan tercantik di dunia".
"Saya merasa sulit untuk membayangkan ia pergi ke sebuah hotel, bertemu dengan gadis-gadis yang memiliki 'tanggung jawab sosial yang rendah'...meskipun mereka adalah yang terbaik di dunia. Saya ragu Trump akan mengambil umpan itu."
Pemimpin 64 tahun itu menuding mereka yang membuat tuduhan tersebut "lebih buruk dari pekerja seks komersial (PSK)." Ia menuduh mereka hanya ingin merusak kredibilitas Presiden AS terpilih.
Putin juga membantah laporan bahwa hacker Rusia melakukan intervensi dalam pemilihan AS. Ia menambahkan, harus diingat bahwa peretas, siapa pun mereka, tidak membuat apa-apa. "Mereka hanya mengungkapkan materi yang sudah ada," kata dia.
Sebuah memo yang dipublikasikan pekan lalu menuding tim kampanye Trump berkolusi dengan pihak Rusia, yang diduga memiliki video cabul soal kehidupan capres Republik itu.
Tuduhan itu mengklaim Rusia memiliki informasi merusak tentang kepentingan bisnis Trump, juga bahwa ia diduga terekam bersama sejumlah PSK di sebuah kamar di Hotel Ritz-Carlton Moskow selama ajang Miss Universe 2013.
Kamar tersebut disebut-sebut pernah diinapi Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan istrinya saat kunjungan resmi ke ibu kota Rusia itu.
Trump membantah keras apa yang tertera dalam memo itu, yang dilaporkan disiapkan oleh eks mata-mata Inggris MI6, sebagai "berita palsu".
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, eks mata-mata Inggris yang menyiapkan memo tersebut adalah "cecunguk yang lari dari MI6".
Namun, seorang sumber pada BBC mengatakan, Christopher Steele--nama agen itu--yang kini menjalankan sebuah perusahaan intelijen yang bermarkas di London sangat dihargai oleh atasannya ketika ia bekerja untuk badan intelijen luar negeri Inggris MI6.
Badan-badan intelijen AS menganggap klaim tersebut cukup relevan, sehingga mereka menggelar pembekalan singkat untuk Trump, juga Presiden Barack Obama.
Trump kemudian menuduh intelijen AS membocorkan isi dari briefing rahasia tersebut. Klaim itu dibantah oleh James Clapper, Direktur Intelijen Nasional (National Intelligence).
Dialog AS-Rusia
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengungkapkan, pemerintahan Donald Trump yang akan dimulai pada 20 Januari 2017 adalah harapan baru bagi hubungan AS dan Rusia.
Dia mengatakan, Moskow siap untuk bekerja sama dengan pemerintahan baru, khususnya terkait isu-isu kunci termasuk senjata nuklir dan Suriah.
Perwakilan AS telah diundang untuk pembicaraan perdamaian Suriah di Kazakhstan minggu depan. Namun dia menambahkan, sejauh ini belum ada respons.
"Saya yakin kita akan mampu untuk memulai kembali dialog pada stabilitas strategis dengan Washington yang hancur oleh pemerintahan Obama," kata Lavrov seperti dikutip Reuters.
Hubungan AS-Rusia memburuk secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir selama perang di Ukraina dan konflik Suriah.