Golkar: Soal Presidential Treshold, Jangan Langgar UUD 1945

Dia mengatakan, dalam UUD 1945 telah jelas disebutkan terdapat kalimat calon presiden diusung dari partai politik atau gabungan.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 18 Jan 2017, 19:04 WIB
Ketua Badan Pengkajian MPR Bambang Sadono (kiri) bersama Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR Rambe Kamarul Zaman (kanan) menjadi pembicara diskusi Empat Pilar MPR di Jakarta, Senin (19/12). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Pemilu (Pansus Revisi UU Pemilu) dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman mengatakan, partainya masih menganggap presidential treshold atau ambang batas calon presiden tetap dibutuhkan.

Oleh sebab itu, kata Rambe, Partai Golkar tidak setuju dengan usulan beberapa partai agar presidential threshold 0 persen.

"Untuk presidential threshold, syaratnya juga (sama) yang diajukan pemerintah 20 persen dan 25 persen dari jumlah kursi," ungkap Rambe, di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (18/1/2017).

Dia mengatakan, dalam UUD 1945 telah jelas disebutkan terdapat kalimat calon presiden diusung dari partai politik atau gabungan. Dengan demikian, kata Rambe, revisi UU Pemilu yang sedang disusun saat ini tidak boleh bertentangan.

"Pasal 6A UUD mengatakan ada kata-kata gabungan. Jadi partai politik yang mencalonkan itu, parpol atau gabungan parpol. Di sini ada kata gabungan, ada ukuran kuantitatif dan dicalonkan sebelum pemilu dilakukan," beber dia.

Rambe menegaskan, jika presidential threshold ingin dihilangkan, maka Partai Golkar menyarankan agar pihak-pihak tertentu mengusulkan amandemen UUD 1945.

"Presidential threshold harus tetap ada karena itu sesuai UUD. Kalau enggak, ya ubah saja UUD. Golkar boleh beda pendapat dengan fraksi lain. Kepentingan bangsa negara harus dikedepankan dari kepentingan partai," ujar dia.

Belakangan, muncul usulan agar ambang batas presiden diubah menjadi 0 persen. Usulan tersebut berasal dari Fraksi PKB, Fraksi Hanura, Fraksi Gerindra, dan Fraksi PAN. Meski begitu, sampai saat ini pembahasan RUU Penyelenggara Pemilu belum dilakukan karena DPR masih mengumpulkan daftar inventarisasi masalah (DIM) dari masing-masing fraksi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya