Liputan6.com, Manado - Berkunjung ke Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara, Anda harus menyiapkan uang kertas. Selain itu, jangan berharap mendapat uang kembalian dengan nominal di bawah lima ribu rupiah. Warga di sana juga tidak menerima pembayaran dengan uang logam.
Ijul Madina terkejut saat membeli beberapa jenis jajanan di pelabuhan Ulu Siau, Kabupaten Sitaro. Ketika menyodorkan uang kertas pecahan Rp 50 ribu untuk membayar total belanjaannya seharga Rp 46 ribu, dia tidak mendapatkan uang kembalian.
"Saya hanya disodori permen dan snack lain seharga Rp 4 ribu. Bukan uang kembalian," ujar Ijul, warga Manado yang berkunjung ke rumah keluarganya di Siau, Kamis (19/1/2017).
Begitu pun saat hendak membeli beberapa kantong plastik untuk mengisi belanjaannya dengan menggunakan uang logam, pedagang di sana menolaknya. "Kami tidak menggunakan uang koin (logam) di sini," ujar Ijul menirukan apa yang disampaikan pedagang di Pelabuhan Ulu Siau itu.
Enggannya masyarakat menggunakan uang logam serta uang kembalian yang lebih sering ditukarkan dalam bentuk barang dagangan lainnya ternyata sudah berlangsung sejak lama. Hal itu terjadi hampir di setiap transaksi jual beli, termasuk untuk membayar jasa angkutan umum.
"Persisnya sejak kapan, kami juga tidak tahu. Tapi memang sudah berlangsung lama," ujar Inas Salindeho, warga Ulu Siau.
Warga Siau memang sudah terbiasa dengan tidak menggunakan uang logam atau uang kembalian yang ditukar dengan barang dagangan lain. "Berbeda dengan warga yang baru datang ke Siau, mereka bingung dengan kondisi ini," ujar Inas.
Sejauh ini belum ada tanggapan atau upaya dari pemerintah daerah terhadap enggannya warga menggunakan uang logam. "Kami belum melihat upaya itu, kecuali sosialisasi dari pihak bank untuk penggunaan uang logam," ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
Deputy Direktur Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulut A Yusnang mengakui adanya warga di daerah kepulauan yang enggan menggunakan uang logam. "Padahal, kami juga sudah sampaikan bahwa uang kertas dan logam sama-sama sah digunakan," ujar Yusnang.
Yusnang juga belum memastikan penyebab enggannya warga menggunakan uang logam. "Kami sampaikan bahwa yang rugi adalah masyarakat," ujar dia.
Yusnang mengatakan ada langkah yang cukup unik dilakukan oleh warga setelah mendapat sosialisasi dari pihak BI. "Uang-uang logam itu dikumpulkan warga dan disumbangkan ke gereja. Sampai berkarung-karung. Pihak gereja lalu menukarkan itu ke BI," tutur Yusnang.
Uang tersebut digunakan oleh pihak gereja untuk melengkapi peralatan peribadatan. Dengan uang itu, pihak gereja bisa membeli sound system atau keperluan lainnya.
"Waktu itu jumlah uang koin itu hingga sekitar Rp 15 juta," ujar Yusnang.