Liputan6.com, Jakarta - Seperti diwartakan sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dikabarkan akan bertemu dengan pihak Facebook. Pertemuan tersebut diyakini untuk membahas maraknya peredaran konten hoax atau berita bohong di media sosial (medsos), khususnya Facebook, di Indonesia.
Seperti yang sudah disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, pihaknya telah mengirimkan surat ke Facebook agar dapat mengatur waktu pertemuan. Rencananya, pertemuan itu akan dihelat pada akhir Januari 2017.
Lantas, apakah pertemuan antara Kemkominfo dan Facebook juga akan melibatkan sang CEO Mark Zuckerberg? Rudiantara secara tak langsung mengatakan Zuck--sapaan akrab Zuckerberg--tidak akan menyambangi Tanah Air. Pihak yang datang hanya dari Facebook wilayah Asia Pacific (APAC).
Baca Juga
Advertisement
"Yang datang dari Asia Pasifik," tutur singkat pria yang karib disapa RA ini kepada tim Tekno Liputan6.com saat dihubungi via pesan instan, Kamis (19/1/2017).
Sebelumnya, RA menjelaskan terkait topik apa yang akan dibahas, di mana kedua pihak akan mendiskusikan soal isu keamanan internasional seperti radikalisme, terorisme, pornografi, dan perjudian. Konten-konten ini akan menjadi pembahasan agar tidak marak beredar di Indonesia.
"Tapi kalau berkaitan dengan spesifik suatu negara seperti kita, kan gaduhnya di media sosial. Harus dibahas sendiri dengan mereka," kata RA.
Soal penetapan regulasi penggunaan media sosial, Indonesia memang berkiblat pada Jerman. Setidaknya, ada 3 hal yang akan dilakukan, yakni keterlibatan perusahaan sosial media, denda terhadap perusahaan yang tetap menampilkan konten terlarang, serta penyediaan literasi penggunaan sosial media.
RA juga mengumbar, Jerman sedang menggodok denda bagi perusahaan sosial media. Nilainya cukup besar, yakni Rp 7 miliar per konten yang muncul. Momentum ini pula yang akan digunakan Indonesia untuk membuat tawaran dengan Facebook terkait penyebaran konten hoax.
Selain melibatkan perusahaan 'raksasa' medsos, Rudi juga berharap ada peran aktif dari berbagai komunitas masyarakat. Karena masyarakat dinilai yang paling sering bersentuhan langsung dengan media sosial.
"Nanti kami ajak bicara dengan komunitas-komunitas. Mereka juga konsen, seperti masyarakat anti hoax kan ada di beberapa kota. Nah itu kita ajak, siapa pun, tidak hanya masyarakat anti hoax," pungkas RA.
(Jek/Cas)