Liputan6.com, Bengkulu - Sebanyak 112 dari 153 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Bengkulu dicabut dan dinyatakan dilarang untuk beraktivitas menambang. Sisanya, sebanyak 41 IUP sedang dievaluasi apakah diizinkan untuk melanjutkan penambangan atau tidak
Pencabutan ratusan IUP ini berdasarkan evaluasi yang dilakukan Dinas ESDM Provinsi Bengkulu. Mereka dilimpahi kewenangan dari Pemerintah Kabupaten/Kota yang selama menangani urusan izin tambang, baik itu tambang jenis galian A galian B hingga galian C.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu Oktaviano mengatakan, dasar pencabutan IUP itu beragam, mulai dari tidak ada aktivitas operasional pertambangan bagi pemegang IUP, tunggakan kewajiban membayar royalti hingga tidak melaksanakan reklamasi.
"Dari 41 IUP yang tersisa, kami terus melakukan evaluasi. Jumlah ini bisa saja berkurang, sebab ada aturan kewajiban perusahaan untuk melakukan clean and clear atau CNC yang wajib mereka kerjakan," tutur Oktaviano di Bengkulu, Kamis, 19 Januari 2017.
Data dinas ESDM mencatat sebanyak lebih dari 200 hektare kawasan bekas tambang saat ini dalam kondisi menganga dan tidak direklamasi atau pemulihan kawasan kembali.
Agar kejadian itu tidak terulang kembali, Pemerintah Provinsi Bengkulu membuat aturan ketat terkait persetujuan IUP dengan mewajibkan perusahaan tambang untuk membayar biaya reklamasi selama 5 tahun dan dititipkan di Bank.
Baca Juga
Advertisement
Uang titipan itu boleh diambil bertahap setiap satu tahun sesuai dengan proposal rencana reklamasi yang diajukan oleh perusahaan tambang sewaktu mengajukan perpanjangan IUP. Jika tidak dilakukan, Pemprov Bengkulu akan menunjuk rekanan dalam melaksanakan reklamasi.
"Silahkan ambil dana reklamasi per tahun berdasarkan progress. Jika tidak sesuai, kita yang ambil alih," lanjut Oktaviano.
Untuk lubang bekas tambang yang ditinggalkan perusahaan, pihaknya berupaya untuk menjadikan kawasan itu menjadi objek wisata. Kebanyakan lubang tersebut sudah terisi air dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai danau buatan atau tambak ikan yang dikelola oleh warga.
"Kami akan kejar perusahaan yang meninggalkan lubang untuk bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan sarana kawasan. Jadi, mereka tidak boleh lepas tangan begitu saja," ujar Oktaviano memungkasi.