Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Gerindra Muhammad Syafi'i menilai aturan terkait pidato menteri atau lembaga negara hanya 7 menit ketika di hadapan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, belum diperlukan saat ini. Sebab menurutnya, persoalan setiap kementerian berbeda-beda karena tugas dan fungsinya juga berbeda satu sama lain.
"Masa iya, semua persoalan bisa seragam, tersampaikan dengan sempurna dalam waktu yang sama. Padahal persoalannya berbeda, bisa juga skalanya lebih luas, eskalasinya lebih tinggi, kan mungkin waktunya bisa berbeda-beda juga," kata Syafi'i di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Advertisement
Anggota Komisi III DPR ini memandang, urusan teknis tidak perlu menggunakan surat edaran, melainkan dapat disampaikan kepada menteri-menteri. Caranya, lanjut dia, bila menteri ingin menyampaikan laporan kepada Presiden Jokowi cukup poin-poin pentingnya saja.
"Tapi kalau membatasi waktu sudah kayak acara nikahan gitu ya, acara nikahan, resepsi ulang tahun, nah mungkin seperti itu. Tapi kalau untuk persoalan yang urgent di negara ini, saya kira waktu bukan menjadi sesuatu yang sangat penting batasannya," ujar dia.
Menurut Syafi'i, terpenting dari penyampaian menteri adalah isi laporan tersebut. Kemudian, solusi atas persoalan itu.
"Kalau itu kemudian bisa 7 menit bagus, tapi kalau mungkin membutuhkan 15-20 menit atau mungkin setengah jam, saya kira yang paling penting persoalannya sampai, bukan perkara waktunya yang pas gitu lho," tandas Syafi'i.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung sebelumnya telah menjelaskan mengenai terbitnya Surat Edaran Sekretaris Kabinet perihal Ketentuan Sambutan Menteri/Pimpinan Lembaga pada Kegiatan yang Dihadiri Presiden.
Surat edaran yang terbit pada 23 Desember 2016 itu sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo yang menyampaikan pidato langsung ke intinya.