Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) merosot sejak kemarin. Pada perdagangan saham sesi pertama, Jumat (20/1/2017), saham GIAA turun 2 poin (0,58 persen) dari Rp 346 per saham menjadi Rp 344 per saham.
Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menerangkan, pergerakan saham PT Garuda Indonesia Tbk tidak hanya dipengaruhi oleh ditetapkannya mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi juga kondisi fundamental perseroan.
"Kalau belajar historisnya beberapa emiten yang tersangkut kasus korupsi pengaruhnya cukup besar, dan dalam dua hari ini indikasi ke Garuda," kata dia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Jumat pekan ini.
Dia mengatakan, pelaku pasar mencermati penerapan good corporate governance (GCG) pada perusahaan pelat merah tersebut. Apalagi, Emirsyah membangun Garuda Indonesia dengan menerapkan GCG.
Baca Juga
Advertisement
Sebagaimana diketahui, Emirsyah mengantarkan Garuda Indonesia untuk tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, kasus ini kemudian membuyarkan kepercayaan para pelaku pasar.
"Ternyata pada titik ini, itu juga yang menjadi kelemahan. Jadi saya lihat pengaruhnya besar bagaimana manajemen bisa mengeliminasi dampak-dampaknya," kata dia.
Saat ini, pelaku pasar menunggu dampak atas kasus tersebut pada kinerja perseroan selanjutnya. Terlebih, kasus ini juga membutuhkan waktu untuk diselidiki oleh pihak berwajib.
"Apakah timbul kerugian finansial itu yang ditunggu oleh pasar," kata dia.
Di samping itu, Alfred menerangkan, tekanan pada saham GIAA juga sebenarnya tertekan oleh kinerja keuangan. Mulanya, pelaku pasar optimistis akan kinerja perseroan di awal 2016. Akan tetapi, kinerja perseroan menurun di kuartal II dan III 2016.
"Bisa dikatakan performa Garuda naik turun, kalau ingin bicara mencari konsistensi dari growth, Garuda sulit. Tidak hanya per tahun, (secara) kuartalan juga terjadi volatilitas pencapaian laba," ujar dia.
Dia mengatakan, munculnya kasus Emirsyah Satar mesti segera diantisipasi oleh pihak manajemen, karena itu akan membuat persepsi liar bagi pelaku pasar.
"Ketika ada kasus ini bisa jadi sebagian pelaku pasar dikuatkan akan adanya tendensi GCG kurang bagus. Ini juga harus diantisipasi manajemen, interpretasi pelaku pasar akan kasus ini akan liar, ini yang perlu bagaimana manajemen membangun apa yang terjadi di perusahaan," dia menjelaskan.
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia Tbk menyatakan adanya investigasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan penggeledahan terkait dengan BUMN transportasi tidak ada kaitannya dengan kegiatan korporasi. Garuda menyebut bahwa penggeledahan tersebut merupakan tindakan perseorangan.
Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia, Benny S Butarbutar, menyatakan, sebagai perusahaan publik Garuda Indonesia sudah memiliki mekanisme dalam seluruh aktivitas bisnisnya. Mulai dari penerapan sistem GCG yang diterapkan secara ketat hingga transparansi dalam informasinya.
"Manajemen Garuda Indonesia juga menyatakan akan menyerahkan sepenuhnya kepada KPK dalam penuntasan kasus tersebut, serta akan bersikap kooperatif dengan pihak penyidik," ucap dia pada Kamis 19 Januari 2017.
Hingga kuartal III/2016, PT Garuda Indonesia Indonesia Tbk mencatatkan rugi yang diatribusikan ke pemilik entitas induk US$ 44 juta dari periode sama tahun sebelumnya untung US$ 50,12 juta.
Pendapatan usaha perseroan naik tipis menjadi US$ 2,86 miliar hingga kuartal III 2016 dari periode sama tahun sebelumnya US$ 2,84 miliar.