Emirsyah Satar: Saya Tak Pernah Korupsi Selama di Garuda

Emirsyah Satar menjelaskan, penetapan sebagai tersangka merupakan kewenangan KPK.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 20 Jan 2017, 15:30 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, sebagai tersangka dugaan suap pembelian pesawat Airbus A330 (AFP PHOTO / BEN STANSALL)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Emirsyah Satar angkat bicara soal penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Emirsyah mengaku bahwa dirinya tidak pernah korupsi selama di perusahaan BUMN tersebut.

Emirsyah menjelaskan, penetapan sebagai tersangka merupakan kewenangan KPK. Oleh karena itu, dirinya akan menghormati proses hukum dan bekerja sama sebaik-baiknya dengan penyidik untuk menegakkan kebenaran atas hal ini.

Emirsyah menegaskan dirinya tidak pernah menerima sesuatu apa pun yang berkaitan dengan jabatan. "Sepengetahuan saya, selama saya menjadi Direktur Utama Garuda Indonesia, saya tidak pernah melakukan perbuatan yang koruptif ataupun menerima sesuatu yang berkaitan dengan jabatan saya," ujar dia, Jumat (20/1/2017). 

Untuk menangani kasus tersebut, Emirsyah telah menunjuk penasehat hukum, yaitu Luhut MP Pangaribuan. 

Untuk diketahui, mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dugaan kasus suap pada Kamis, 19 Januari 2017.

Menurut Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyelidik dan penyidik KPK menemukan bukti permulaan yang cukup atas dugaan suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus dan Rolls Royce.

"Terkait hal tersebut, KPK meningkatkan status kasusnya dan menetapkan dua orang sebagai tersangka," kata Laode. Kedua tersangka adalah Emirsyah Satar selaku penerima suap dan seorang lainnya berinisial SS selaku pemberi suap. "ESA adalah Direktur Utama Garuda periode 2005-2014, sedangkan SS adalah pemberi suap," ujar Laode.

Disebutkan, Emirsyah diduga menerima suap dari SS dalam bentuk uang dan barang. Dalam bentuk uang, yaitu 1,2 juta euro dan US$ 180 ribu. "Itu setara dengan Rp 20 miliar," ujar Laode.

Sebelumnya, penyidik KPK kembali menggeledah satu tempat di Jakarta pada Rabu malam, 18 Januari 2017, untuk kasus yang baru.

Jubir KPK Febri Diansyah mengatakan penggeledahan berlangsung di Jakarta. Namun, untuk kepentingan penyelidikan, dia belum bersedia mengungkapkan lokasi pasti penggeledahan dan terkait kasus apa.

"Penggeledahan di Jakarta untuk kasus baru, tapi kami belum bisa pastikan karena tim masih di lapangan," ucap Febri.

Dia menegaskan, penggeledahan ini bukan operasi tangkap tangan (OTT) KPK. "Ini berdasarkan penyelidikan, bukan operasi tangkap tangan. Karena ini kasus baru, perlu kami update sesegera mungkin," Febri menandaskan.


Rekam jejak

Rekam Jejak di Garuda

Sepak terjang Emirsyah Satar menggawangi badan usaha milik negara (BUMN) penerbangan ini memang cukup lama. Banyak yang menilai dia mampu membawa Garuda Indonesia bangkit dari keterpurukan usai nyaris bangkrut dan terlilit utang besar pada 2005.

Emirsyah Satar, pria kelahiran Jakarta, 28 Juni 1959, merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dia memulai kariernya sebagai auditor di PricewaterhouseCoopers, Jakarta, 1983. Usai itu ia bergabung dengan Citibank Jakarta sebagai Asisten Vice President of Corporate Banking Group pada 1985.

Periode 1990-1994, dia menjabat General Manager Corporate Finance Division Jan Darmadi Group di Jakarta. Pada November 1994 sampai Januari 1996, Emirsyah menduduki posisi Presiden Direktur PT Niaga Factoring Corporation, Jakarta.

Setahun kemudian, dia menapaki karier sebagai Managing Director (CEO) Niaga Finance Co. Ltd, Hong Kong. Barulah setelahnya dia memulai karier sebagai Direktur Keuangan (CFO) Garuda Indonesia sebelum bergabung dengan Bank Danamon sebagai Wakil
Direktur Utama (2003-2005).

Emirsyah pun kemudian dipercaya Menteri Negara BUMN Sugiharto saat itu sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia pada 2005. Emirsyah memimpin Garuda Indonesia selama hampir 10 tahun, sebelum akhirnya mengundurkan diri pada 2014 dan digantikan Arief Wibowo.

Selama di Garuda Indonesia, dia memegang beberapa jabatan seperti Presiden Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Anggota Board of Governors the International Air Transport Association (IATA), dan Chairman Association of Asia Pacific Airlines (AAPA).

Sepanjang dipimpin Emirsyah Satar, Garuda Indonesia tak berhenti melakukan ekspansi. Pembelian pesawat besar-besaran antara lain melalui Program Quantum Leap.

Garuda juga melakukan memperbaiki layanan untuk kembali meraih kepercayaan dari penumpang ataupun regulator keselamatan penerbangan. Bahkan Skytrack juga menempatkan Garuda Indonesia dalam 10 besar maskapai terbaik di dunia.

Tak hanya itu, di bawah kepemimpinannya, Garuda kembali menerbangi langit Eropa. Untuk memperluas pangsa pasarnya, Garuda juga memutuskan bergabung dalam aliansi maskapai penerbangan global, Skyteam.

Emirsyah juga mulai membuka rute baru dan yang pernah ditinggalkan Garuda Indonesia, mendirikan anak usaha yang bergerak di layanan penerbangan murah Citilink, dan melakukan sejumlah gebrakan lainnya, termasuk membawa Garuda ke lantai bursa.

Lepas dari Garuda, Emirsyah berlabuh sebagai Chairman MatahariMall.com, situs e-Commerce milik Lippo Group.


Lonjakan harta

Lonjakan harta 

Dikutip dari situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kekayaan Emir tercatat di tahun 2002 sebesar Rp 4.622.010.215 miliar harta dalam bentuk mata uang dolar sebesar US$ 122.536. Kala itu Emir menjabat sebagai Direktur Keuangan BUMN maskapai tersebut.

Kekayaan Emir melonjak lebih dari Rp 11 miliar di tahun 2006. Saat melaporkan harta kekayaannya, Emir sudah menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia. Kekayaan Emir mencapai Rp 16.495.431.560 miliar ditambah US$ 318.046.

Di tahun 2010, Emir kembali melaporkan hartanya ke LHKPN. Tercatat kekayaan Emir kembali naik sekitar Rp 3,4 miliar. Total harta kekayaan Emir sebesar Rp 19.963.866.866 ditambah dolar sebanyak US$ 186.416.

Terakhir, Emir melaporkan harta di tahun 2013 saat masih menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia. Dalam LHKPN milik Emir, tercatat per laporan tahun itu, dirinya memiliki total harta senilai Rp 48.738.749.245 dan US$ 932.757.

Hartanya terdiri dari harta bergerak dan tidak bergerak. Di antara harta tidak bergeraknya adalah tanah dan bangunan di sembilan lokasi. Seperti di Jakarta Selatan, Bogor, Tangerang Selatan, Singapura dan Melbourne.

Sedangkan harta bergerak, Emirsyah Satar ter‎catat memiliki lima mobil mewah. Seperti BMW, Mercedes Benz, Toyota Harrier dan Range Rover. Selain itu, dia juga tercatat memiliki logam mulia, batu mulia dan barang seni nan antik, senilai Rp 1.456.000.000. (Yas/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya