Liputan6.com, Jakarta Persoalan Dokter Layanan Primer (DLP) masih menjadi perdebatan yang panas di ranah kedokteran. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tetap menentang kebijakan pemerintah yang menjalankan program studi DLP. Di mata pemerintah, program studi DLP diharapkan dapat meningkatkan kualitas dokter.
Baca Juga
Advertisement
DLP mempunyai keunggulan tingkat kompetensi mendiagnosis 155 penyakit. Berbeda dengan standar kompetensi dokter umum biasa yang mendiagnosis 144 penyakit.
Demi mencapai taraf DLP, seorang dokter harus menempuh kembali pendidikan minimal dua tahun. Hal ini dikarenakan program DLP merupakan program lanjutan profesi dokter yang setara dengan jenjang spesialis.
Kebijakan yang tertera pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter ini dipandang merugikan bagi kinerja dan keberadaan dokter. Waktu pendidikan untuk dokter semakin lama dan kekhawatiran terjadinya konflik horizontal di kalangan dokter.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum IDI Prof. Dr. I. Oetama Marsis, SpOG(K) memberikan solusi yang tepat agar persoalan DLP bisa diselesaikan.
Standar kompetensi
Tingkatkan standar kompetensi pendidikan kedokteran
Menurut Marsis, program DLP dinilai tidak perlu diadakan. Kualitas dokter yang setara spesialis bisa dijalankan dengan meningkatkan standar kompetensi kedokteran. Artinya, undang-undang yang mengatur standar kompetensi dokter dapat diperbarui.
"Dibandingkan harus mengadakan program DLP, yang pasti memakan biaya besar. Sebaiknya, meningkatkan standar kompetensi pendidikan kedokteran," kata Marsis didampingi anggota IDI saat berkunjung ke SCTV Tower, Senayan City, Jakarta pada Jumat (20/1/2017).
Keunggulan saran ini juga meminimalisirkan pendidikan kedokteran yang mungkin tidak efektif. Ada kecemasan bila DLP tetap harus berjalan lantas kompetensi yang dihasilkan mungkin sama seperti dokter lainnya. Maka hal itu dianggap sia-sia dan mubazir.
Advertisement
Fasilitas dokter
Tingkatkan sarana fasilitas dokter
Selain meningkatkan standar kompetensi, diperlukan juga peningkatan sarana fasilitas dokter. Dalam pelayanan kesehatan primer, dokter memerlukan peralatan dan perlengkapan untuk mendukung diagnosis.
Apalagi bila dokter yang melayani kesehatan di level primer jauh di pelosok daerah. Pengabdian di daerah terpencil lebih banyak terkendala dengan keterbatasan alat, suntikan, dan obat-obatan.
Fasilitas ini bukan hanya semata-mata mendukung kecakapan dokter, melainkan melayani pemenuhan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat.