Kecerdasan Buatan Bisa Gantikan Peran Ahli Sejarah Manusia?

Kecerdasan buatan atau AI bisa diajari melakukan analisis berita, khususnya yang terkait dengan sejarah manusia.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 22 Jan 2017, 06:48 WIB
Mesin kecerdasan buatan bisa dipakai membaca pola dan tren dari berita-berita selama 150 tahun. (Sumber Depositphotos/irstone)

Liputan6.com, Bristol - Kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) ternyata bisa diajari melakukan analisis berita.

Sejauh ini manusia mengandalkan kata tertulis untuk mencatat apa yang kita sebut dengan sejarah.

Ketika para peneliti AI menelusuri triliunan kata itu dari beberapa dekade berita melalui analisis otomatis, maka lebih banyak lagi pola dan pengertian yang terungkap.

Suatu tim dari University of Bristol di Inggris menelusuri 35 juta artikel daro 100 koran lokal Inggris dengan rentang waktu 150 tahun menggunakan analisis konten secara sederhana dan proses pembelajaran canggih oleh mesin.

Ketika mesin "membaca" 30 triliun kata, demikian dikutip dari newatlas.com, analisis sederhana memungkinkan para peneliti untuk secara mudah dan tepat mengenali peristiwan-peristiwa besar seperti peperangan dan wabah penyakit.

Sistem yang serupa memungkinkan komputer untuk secara visual belajar tentang seni dan bahkan membantah suatu topik bahasan.

Mungkin yang paling menarik adalah bahwa teknik itu juga memungkinkan para peneliti untuk menyaksikan bangkit dan jatuhnya tren-tren berbeda selama masa penelitian, dari 1800 hingga 1950.

Sebagai contoh, para peneliti bisa melacak surutnya mesin uap berbarengan dengan bangkitnya kelistrikan, yang garis sejarah keduanya saling bersilangan pada 1898.

Demikian juga mereka bisa melihat bahwa kereta api menggantikan kuda sebagai sarana angkutan populer pada 1902.

Ketika menghubungkan orang terkenal dengan suatu berita berkaitan dengan profesi yang dipilih orang tersebut, tim peneliti mengungkapkan bahwa para politisi dan penulis memiliki kesempatan tertinggi untuk menjadi terkenal semasa hidupnya.

Kesempatan bagi para ilmuwan dan ahli matematika untuk menjadi terkenal tidak cukup besar, tapi, kalau ada yuang kemudian menjadi terkenal, maka ketenarannya bertahan lebih lama.

Dapat diduga, kaum pria lebih banyak mengisi berita pada masanya dibandingkan dengan kaum wanita. Namun demikian, peningkatan perlahan penyebutan perempuan-perempuan semakin terasa sesudah 1900.

Sepertinya kemajuan itu berlanjut secara perlahan, bahkan setelah melewati periode penelitian dan para peneliti mengamati bahwa tingkat bias secara gender dalam berita masa kini tidak terlalu berbeda dengan tingkat bias pada masa sebelumnya.

Walaupun analisa perangkat susunan besar data itu bisa memberikan pengertian tambahan yang menarik tentang sejarah, para peneliti tidak bermaksud merancang kecerdasan buatan (AI) agar segera mengganti peran para ahli sejarah.

Dr. Tom Lasndall-Welfare yang memimpin bagian komputasional untuk penelitian itu, mengatakan, "Hal yang tidak bisa dibuat otomatis adalah pengertian tentang implikasi temuan-temuan itu bagi manusia."

"Yang satu itu masih tetap menjadi ranah ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial, tidak akan pernah menjadi ranah untuk mesin."

Penelitian ini telah diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya