Liputan6.com, Tegal - Menjelang perayaan Imlek, bagi masyarakat Tionghoa ada satu makanan khas yang menjadi sajian wajib hukumnya disediakan. Makanan khas itu bernama kue keranjang.
Makanan berbahan utama ketan, tepung, dan gula jawa ini memang bukan berasal dari Indonesia, melainkan dari negeri Tionghoa. Namun, kue keranjang ini sudah masuk ke tanah air sejak zaman penjajahan di masa lampau.
Setiap tahun menjelang perayaan Imlek, sejumlah produsen kue keranjang mulai menggeliat dan memproduksi makanan itu.
Di Kota Tegal misalnya, satu bulan sebelum perayaan imlek yang jatuh pada 28 Januari 2017, produsen kue keranjang milik Mindayani Wirjono (76) sudah banjir pesanan dari berbagai Kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Surabaya.
Baca Juga
Advertisement
"Sudah tiga pekan lalu kami mulai mendapatkan order (pesanan) dari beberapa kota-kota besar di Indonesia," ucap Mindayani di tempat produksi kue keranjang yang ada di kediamanya yang berada di jalan Belimbing No 84 Pekauman Tegal Barat Kota Tegal, Kamis 19 Januari 2017.
Agar dapat menyelesaikan orderan kue keranjang, pihaknya menambah pekerja untuk membantu proses produksi kue supaya selesai tepat waktu.
"Banyaknya orderan kue keranjang ini, agar selesai tepat waktu makanya saya tambah lima pekerja lagi. Jadi total berjumlah 15 pekerja yang memiliki tugas masing-masing," ujar dia.
Sudah hampir dua pekan belakangan ini, aktivitas pekerja pembuat kue keranjang terlihat sibuk bekerja. Mereka mulai memproduksi kue keranjang pukul 08.00 hingga pukul 15.00 WIB.
"Bikinnya (kue keranjang) itu musiman 30 hari sebelum imlek. Kalau nggak imlek, ya di sini (tempat pembuatan kue keranjang) sepi. Saya tidur - tiduran saja di rumah," kata dia.
Meskipun sudah berusia lanjut, Mindayani masih menekuni bisnis rumahan yang sudah dirintis puluhan tahun lalu. Sebab bisnis ini merupakan tradisi dari keluarganya.
Adapun produksi kue keranjang milik Mindayani yang menempati ruangan lumayan luas itu sudah mulai ramai pegawai sejak awal Januari lalu.
Kue keranjang dengan merek Sido Makmur itu, pemesanannya tidak hanya dari Kota Tegal dan sekitarnya. Bahkan, sebagian besar dikirim ke luar kota, di antaranya, Jakarta, Semarang, Cirebon, Jakarta, Solo, Bandung, Tasikmalaya hingga ke daerah luar Pulau Jawa.
Meskipun usaha musiman, sektor bisnis ini mampu menyerap lumayan banyak tenaga kerja. Mindayani mempekerjakan sekitar 15 tenaga kerja yang terbagi dalam beberapa tugas pada tiap tahapan pembuatan kue keranjang.
Ada yang bertugas mencampur bahan mengolahnya, menyiapkan wadah kue keranjang, memasukan adonan ke dalam wadah, menata wadah berisi adonan di satu tempat untuk selanjutnya dilakukan pengukusan.
Kue keranjang berbentuk bulat kecil yang telah matang, dikemas plastik dan ditempel stiker merk berwarna merah untuk kemudian dimasukan ke dalam kotak kardus kecil. Untuk satu kotak kardus berisi empat kue keranjang.
Kemudian, satu kotak tersebut dimasukan ke kardus yang lebih besar dan siap dipasarkan.
Dari semua tahap pembuatan, kata dia, yang paling lama prosesnya adalaha tahapan mengukus. Mengukus kue keranjang bisa menghabiskan waktu hingga enam jam.
"Pesanan sudah mulai banyak sejak Januari lalu. Tiap harinya, harus memproduksi sekitar 1.000 kue keranjang. Jadi total setiap kali produksi mencapai 30 ribu kue keranjang," kata perempuan berambut ikal itu.
Sedangkan bahan baku yang digunakan untuk produksi 1.000 kue keranjang sebanyak dua kuintal masing - masing bahan baku.
Kue keranjang buatan Mindayani ini berbeda dengan yang lainnya. Tidak hanya memproduksi rasa orisinal, namun ia juga memproduksi rasa - rasa lain.
Mindayani mengkombinasikan bahan baku ketan, tepung, gula aren, gula putih, dan santan kelapa dengan bahan rasa lain. Misalnya, rasa pandan, cokelat, stroberi, dan vanila.
"Yang paling digemari rasa orisinal karena lebih murah, yakni Rp 18.000 untuk satu kotak atau berisi empat biji kue keranjang. Untuk rasa- rasa yang lain lebih mahal, Rp 20.000 untuk satu kotak," kata Mindayani.
Kue yang terbuat dari beras ketan dan gula ini dapat disimpan lama, bahkan dengan dijemur dapat menjadi keras seperti batu dan awet.
Sebelum menjadi keras, kue tersebut dapat disajikan langsung. Akan tetapi setelah mengeras, dapat diolah terlebih dahulu dengan digoreng menggunakan tepung dan telur ayam untuk disajikan hangat-hangat.
"Ya bisa sampai setahun kedaluwarsanya kalau disimpan di tempat yang jauh dari jangkauan sinar matahari. Juga dapat pula dijadikan bubur dengan dikukus kemudian ditambahkan bumbu-bumbu kesukaan," kata Mindayani.
Kue ini dinamakan kue keranjang atau kue ranjang karena proses pembuatannya melalui pencetakan berbentuk keranjang. Pada zaman dulu kue keranjang ini digunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur. Upacara itu dilakukan tujuh hari menjelang tahun baru Imlek dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek.
"Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh atau malam ke-15 setelah tahun baru Imlek)," ucap dia.
Kue keranjang ini awalnya juga dipercaya ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan Dewa Tungku, dengan tujuan Dewa Tungku membawa laporan yang menyenangkan kepada Raja Surga (Giok Hong Siang Te).
Selain itu, karena bentuknya yang bulat, kue keranjang ini bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun, dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang.
Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah. Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya.
"Dan juga kue keranjang Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok," ucap dia.