Liputan6.com, Banjul - Presiden Gambia Yahya Jammeh akhirnya setuju mengundurkan diri. Sebelumnya, politisi nyentrik ini menolak meletakan jabatannya walaupun dirinya kalah dalam pemilu.
"Saya tidak mau adanya satu titik darah yang tertumpah," sebut Jammeh seperti dikutip dari BBC, Kamis (21/1/2017).
Keputusan itu diambil Jammeh setelah berbicara dengan pemimpin Guinea dan Mautinia. Ia tidak memberikan detail hal apa saja yang dibahas.
"Saya putuskan, didasari kebaikan hati nurani saya, untuk melepaskan jubah kepemimpinan bangsa yang besar ini dengan rasa syukur tak terhingga kepada semua rakyat Gambia," sebut Jammeh.
"Saya berjanji kepada Allah dan seluruh bangsa Gambia bahwa semua masalah akan kita selesaikan secara damai," sambung dia.
Menanggapi pengunduran diri Jammeh, Presiden Mauritinia, Mohamed Ould Abdel Aziz mengatakan, Jammeh segera meninggalkan Gambia. Namun, tidak dipastikan kapan Jammeh angkat kaki dari negaranya.
Baca Juga
Advertisement
Jammeh tak lagi menjabat presiden usai dikalahkan pengusaha properti yang pernah bekerja menjadi satpam di Inggris, Adama Barrow.
Awalnya, Jammeh mengatakan lapang dada menerima kekalahan. Tetapi, selang beberapa hari pemimpin kontroversial itu merubah putusannya.
Jammeh menolak hasil pemilu dan tak rela lengser dari jabatannya.
Melihat keras kepalanya Jammeh, Economic Community Of West African States (ECOWAS) memutuskan turun tangan. Mereka menggelar operasi untuk mendesak Jammeh mundur. Operasi militer ini dipimpin oleh Senegal dan melibatkan sejumlah negara di kawasan, seperti Nigeria.
Kolonel Abdou Ndiaye, juru bicara militer Senegal, menjelaskan ECOWAS telah memutuskan bahwa akhir masa jabatan Jammeh merupakan batas waktu untuk melakukan upaya diplomatik dalam masalah ini.
"Ini sudah melampau batasnya dan pasukan ECOWAS siap untuk campur tangan jika diperlukan setelah tengah malam kita tidak menemukan solusi diplomatik atas krisis Gambia," ujar Ndiaye.