Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Kemenkumham) Denny Indrayana kini tinggal di Melbourne, Australia, menjadi Visiting Professor pada Melbourne Law School dan Faculty of Arts, University of Melbourne. Selain itu, Denny juga bekerja sebagai sopir yang mengantar warga negara Indonesia saat ke Melbourne.
"Full Time Nyopir, Part Time nDosen," tulis Denny dalam laman Facebook-nya, Senin (23/1/2017).
Advertisement
Dia menceritakan, pada Jumat 20 Januari mendapatkan tamu untuk dijemput di Bandara Melbourne. Ternyata, salah satu tamunya merupakan jurnalis.
"Mungkin (jadi sopir di Melbourne) dianggap layak berita. Sebenarnya biasa aja, bukan semata butuh tambahan penghasilan, tetapi jadi sopir kan tidak masalah. Sebagaimana jadi dosen juga nggak soal. Tidak semua harus jd Gubernur Jakarta atau Presiden RI kan," ungkap Denny.
Menurut Denny, bekerja mencari tambahan penghasilan di negeri orang bukan baru kali ini saja dia lakukan. "Dulu waktu S3 di Melbourne, saya juga sambil mburuh di pasar. Yg penting happy, dan halal, bukan hasil korupsi!" kata Denny Indrayana yang masih menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi sistem pembayaran paspor secara elektronik atau payment gateway.
Korupsi Payment Gateway
Kabareskrim Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto, memastikan kasus dugaan korupsi sistem pembayaran paspor secara elektronik atau payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM masih ditangani pihaknya atau tidak berhenti.
"Enggak berhenti. Masih bolak-balik (berkasnya) di Kejaksaan," kata Ari saat dihubungi di Jakarta, Rabu 5 Oktober 2016.
Kasus dugaan korupsi payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM sempat menjadi sorotan ketika Komjen Budi Waseso menduduki kursi Kabareskrim Polri pada Februari 2015 lalu.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, menetapkan mantan Wamenkum HAM Denny Indrayana sebagai tersangka kasus dugaan korupsi program payment gateway 2014. Dia diduga menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik di Kementrian Hukum dan HAM.
Sejumlah saksi mulai dari pegawai di Kemenkum HAM, eks Menkum HAM Amir Syamsuddin, tokoh media, dan juga akademisi dipanggil dalam pemeriksaan ini. Sementara Denny berulang kali membantah bahwa kasus yang membelitnya itu berpotensi korupsi, meski pada kenyataannya, KPK sempat memberikan warning bahwa proyek tersebut berpotensi korupsi.
Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.