Liputan6.com, Washington, D.C - Aksi unjuk rasa Women’s March pada Sabtu 21 Januari 2017 dilakukan di berbagai kota di AS. Diikuti mayoritas kaum perempuan dari berbagai latar belakang.
Para pria pun tak ketinggalan ikut serta dalam aksi tersebut.
Advertisement
Salah satu diaspora Indonesia, Niken Astari, juga mengikuti Women’s March di Erie, kota berpenduduk sekitar 90.000 orang di negara bagian Pennsylvania. Dia bahkan menjadi salah seorang dari 14 pembicara dalam aksi itu, dan satu-satunya dari Tanah Air dalam aksi yang dipusatkan di Erie County Courthouse.
Di depan sekitar 2.500 orang, dilansir dari VOA News, Selasa (24/1/2017), Niken yang mewakili perempuan imigran dan Muslim, menceritakan pelajaran berharga yang dipetiknya ketika melamar menjadi warga negara AS.
"Dari proses belajar itu tadi, aku paham bahwa ternyata AS itu negara imigran. Dan koloni dulu waktu datang dari Eropa itu karena beberapa alasan penting, untuk mendapatkan freedom atau kebebasan, kebebasan berpolitik, peluang ekonomi atau kesempatan meningkatkan keadaan ekonomi keluarga dan lari dari penindasan".
"Dan yang paling penting kebebasan memeluk dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing," ujar Niken.
Mantan hakim di Indonesia ini juga menyerukan kepada para peserta aksi, agar bersama-sama menjaga kebebasan beragama yang dijamin Konstitusi AS itu.
Niken Astari yang bersuamikan warga negara AS ini telah tinggal di Erie selama lebih dari lima tahun. Ia aktif dalam beberapa organisasi sosial, termasuk American Association of University Women dan organisasi lintas agama One Table.
Niken mengatakan tadinya penyelenggara Women’s March di Erie memperkirakan hanya 500 orang akan hadir. Tapi kenyataannya lima kali lipat.
Besarnya gerakan perempuan ini, baik di Erie maupun kota-kota lain memberi lulusan Pennsylvania State University ini harapan baru setelah pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS.
"Gerakan ini adalah salah satu wadah untuk mengingatkan pemerintahan baru bahwa ini negara imigran, jangan lupakan," jelasnya.
Harapan dan semangat juga terasa di Washington DC, pusat aksi Women's March.
Diaspora lain yang ikut serta dalam aksi tersebut adalah Dinanda Pramesti. Ia yang datang bersama teman-temannya menggambarkan suasana saat itu "sangat gembira, berenergi dan mempersatukan."
Perempuan berusia 21 tahun ini lebur bersama lebih dari 500.000 orang di pusat kota Washington DC sambil mengusung poster-poster. Dinanda membawa poster yang personal, bertuliskan "I'm a Nasty Muslim Woman."
"Saya hanya ingin menunjukkan kepada Trump, karena dia tidak suka Muslim, saya ingin memperlihatkan identitas saya sebagai Muslim, dan perempuan, karena Trump tidak suka perempuan. Dia menyebut Hillary 'nasty woman' (perempuan jahat)," paparnya.
Sewaktu kampanye, Trump pernah mengungkap niatnya melarang Muslim masuk ke AS dan mengumumkan wacana untuk membuat database warga Muslim di Negeri Paman Sam.
Sementara istilah 'nasty woman' merujuk pada komentar pedas Donald Trump mengenai kandidat presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton yang disampaikannya dalam sebuah debat kampanye pencalonan presiden AS.
Dinanda mengatakan dia turun ke jalan karena tidak ingin pemerintahan Trump menindas hak-hak perempuan.
"Kami tidak ingin Trump dan kabinetnya menghancurkan kemajuan yang telah dicapai negara ini. Kami ingin memperjuangkan hak-hak perempuan. Banyak perempuan disini khawatir apa yang akan terjadi dengan hak-hak mereka kalau Trump jadi presiden. Misalnya hak-hak reproduksi perempuan, Obamacare, dia (Trump) bilang akan mencabutnya, (itu terkait) asuransi kesehatan," tambahnya.
Presiden AS Donald Trump hari Minggu 22 Januari, menanggapi sinis aksi ratusan ribu orang di berbagai kota di Amerika untuk memprotes pemerintahannya.
"(Saya) nonton unjuk rasa kemarin, tapi kita kan baru saja melewati pemilu!" kata Trump lewat Twitter dari Gedung Putih, rumahnya selama empat tahun mendatang. "Kenapa mereka tidak memilih? ... sakit hati."
Selain aktivis perempuan Gloria Steinem, bintang pop Madonna, aktris Scarlett Johansson dan tokoh-tokoh penting lainnya juga memimpin unjuk rasa Women's March pada Sabtu kemarin di Washington. Aksi penolakan atas pelantikan Trump sebagai presiden AS ke-45 sehari sebelumnya.
Berbeda dengan tanggapan sebelumnya terhadap para pemrotes dirinya, kali ini ia justru berkomentar positif.
"Unjuk rasa damai adalah ciri demokrasi kita. Walaupun saya tidak setuju, saya menghargai hak orang-orang untuk menyatakan pendapat mereka," unggah Trump.