Liputan6.com, Sragen - Sulami, gadis asal Dukuh Selorejo Wetan, Mojokerjo, Kedawung, Sragen, Jawa Tengah, mengidap penyakit langka, yakni kelumpuhan badan. Kini, perempuan berusia 35 tahun itu hanya terbujur kaku di tempat tidur. Karena terbujur kaku itulah, Sulami kerap disebut sebagai manusia kayu.
Awal mula Sulami menderita kelumpuhan ketika usia 10 tahun. Pada bagian leher belakang Sulami ada benjolan. Ia kemudian menggaruk benjolan itu hingga menimbulkan luka. Ternyata, benjolan itu menjalar ke seluruh tubuh.
Semenjak itulah badan Sulami terbujur kaku. Pada umur 12 tahun atau saat duduk di kelas enam sekolah dasar, Sulami mengalami kelumpuhan. Badannya tidak bisa meliuk layaknya orang normal.
Baca Juga
Advertisement
Setamat SD, Sulami hanya bisa diam di kamar. Ia tidak bisa menghabiskan masa remajanya lantaran penyakit langka ini. Aktivitas Sulami terbatas. Jika ingin mandi dan makan, dia diangkat dari tempat tidur dengan bantuan orang lain. Selanjutnya, dia berjalan dengan langkah pelan menggunakan bantuan tongkat.
Bila sudah selesai makan atau mandi, dia lalu ke kamar tidur. Kemudian Sulami membantingkan badannya untuk terlentang. Kerabat ada yang membenarkan posisi tidurnya dengan mengangkat bagian kakinya untuk diluruskan posisinya.
Mirisnya lagi, Sulami ini hidup dengan sang nenek Ginem. Ginem menjelaskan, Sulami sejatinya adalah anak kembar. Kakaknya bernama Paniyem ternyata meninggal akibat penyakit yang serupa dengan Sulami.
"Kakaknya sudah meninggal sejak tiga tahun lalu, ya sama sakit seperti itu," ucap Ginem saat ditemui Liputan6.com di rumahnya, Sragen, Senin (23/1/2017).
Menurut Ginem, keluarga telah melakukan berbagai upaya untuk kesembuhan Sulami. Namun, berbagai upaya itu tak membuahkan hasil, termasuk memeriksakan Sulami ke puskesmas dan tukang pijat.
"Tubuhnya kaku. Dia hanya bisa tiduran di kasur. Ini tinggal pergelangan kaki, tangan serta leher yang bisa digerakkan," tutur Ginem.
Untuk makan maupun minum, Sulami tetap melakukan dengan sendiri. Garpu yang dipakai untuk makan pun disambut dengan potongan bambu berukuran 40 centimeter. Begitu pula untuk minum, Sulami harus menggunakan alat bantu sedotan yang telah disambung.
Sulami dan neneknya merupakan golongan ekonomi tidak mampu. Bahkan tempat tinggal mereka ini nyaris roboh. Akhirnya, pemerintah desa dan warga tergerak untuk bergotong royong memperbaiki rumah mereka.
Kepala Desa Mojokerto, Sunarto menjelaskan, pihaknya selalu berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Sragen. Namun, sang nenek tidak mau jika sang cucu dirawat di rumah sakit.
"Karena kalau dirawat di rumah sakit siapa yang ngurusi. Neneknya ini juga masih merawat ibunya Sulami yang sakit stroke," Ginem memungkasi penjelasan mengenai kondisi sang cucu yang menderita kelumpuhan seperti manusia kayu.