Kisah Uang Besi di Puncak Jaya Papua

Mahalnya biaya hidup di Puncak Jaya Papua menjadikan warga setempat tak mengetahui uang pecahan kecil yang beredar.

oleh Katharina Janur diperbarui 24 Jan 2017, 18:33 WIB
Gara-gara tingkat kemahalan yang melebihi Jawa, warga Puncak Jaya yang tak pernah ke kota baru mengenal adanya uang besi. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jayapura - "Ini besi kah? Atau uang? Kalau ini uang, ini uang apa?" kata Yakobus, siswa kelas 5 SDN Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Yakobus mengakui, selama ini pecahan rupiah terkecil yang diketahuinya adalah lembaran Rp 5.000. "Uang Rp 5.000 bisa dapat gula-gula (permen) 5-7 buah. Biasanya, gula-gula tersebut sudah langsung dibungkus di dalam kantong plastik seharga Rp 5000," ujar dia.

Seperti halnya Yacobus, warga Puncak Jaya pada umumnya tak pernah mengetahui adanya uang pecahan logam ataupun uang rupiah lembaran 1.000 atau 2.000. Pecahan paling kecil yang diketahui masyarakat setempat hanya lembaran Rp 5.000.

Nathan Pigai (23), pemuda setempat bahkan menyebutkan masyarakat biasa menyebut uang pecahan Rp 100 ribu dengan Rp 10 ribu. Lalu, menyebut uang Rp 10 ribu dengan Rp 1000.

"Ya itulah masyarakat, menyebut uang terbolak-balik," kata dia.

Kondisi yang berbeda terjadi pada warga Puncak Jaya yang terbiasa ke Jayapura atau kota lainnya, pasti mereka mengetahui pecahan uang lainnya, selain Rp 5.000 ataupun Rp 100 ribu.

"Di sisi lain, masyarakat di sini terbiasa dengan uang besar, seperti dana desa ataupun dana-dana lainnya yang digelontorkan dari pemerintah," ucap Nathan.

Mahalnya biaya hidup di Puncak Jaya juga menjadikan warga setempat tak mengetahui uang pecahan kecil yang beredar. Bayangkan saja, satu bungkus mie instan senilai Rp 15 ribu.

Lalu, beras 15 kg dihargai Rp 250 ribu yang di Jawa lazimnya sekitar Rp 150 ribu. Sementara, ongkos ojek jarak dekat-jauh senilai Rp 10 ribu.

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Papua, Joko Supratikto, menuturkan Bank Indonesia terus menyosialisasikan pecahan uang kecil ke masyarakat di Papua, terlebih yang bermukim di wilayah pegunungan tengah Papua.

Penyaluran uang kecil juga telah dilakukan. Salah satunya juga untuk mendukung program BBM satu harga di Papua. "Beli bensin, tetap ada kembaliannya di Papua. Dulu kan tidak," kata Joko.

Harga bensin saat ini jenis premium Rp 6.450 per liternya. Jika konsumen ingin minta kembalian sudah bisa, tidak seperti dulu yang dibulatkan harganya, antara Rp 7.000 atau dibulatkan hingga Rp 10 ribu.

"Sosialisasi uang pecahan yang beredar di masyarakat juga dibarengi dengan penukaran uang lusuh dan tak layak edar yang saat ini banyak tersebar di wilayah pegunungan tengah Papua," kata Joko.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya