Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah mewajibkan perusahaan tambang mineral Pemilik Modal Asing (PMA) yang beroperasi di Indonesia melepas sahamnya (divestasi) sebesar 51 persen ke pihak nasional. Salah satu cara dengan menggunakan mekanisme pelepasan saham ke publik (Initial Public Offering/IPO).
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM, Sujatmiko mengatakan, divestasi saham dilakukan dengan mekanisme IPO merupakan pilihan terakhir. Hal itu dilakukan setelah seluruh pihak yang ditawarkan tidak meminati saham yang akan dilepas perusahaan tambang PMA.
"Kalau semua tidak beli, bagaimana?," kata Sujatmiko, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (25/1/2017).
Pelepasan saham perusahaan tambang dengan mekanisme IPO diatur dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 9 Tahun 2017, tentang Tata Cara Divestasi dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Baca Juga
Advertisement
Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2017 merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam Peraturan Menteri tersebut, diatur mekanisme pelepasan saham perusahaan tambang PMA, pihak pertama yang harus ditawarkan adalah Pemerintah Pusat.
Jika tidak diminati penawaran berikutnya ke Pemerintah Daerah dan Provinsi, selanjutnya jika saham yang ditawarkan tetap tidak diminati, ditawarkan ke Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Kemudian jika tetap tidak diminati, maka perusahaan wajib menawarkan saham ke pihak swasta nasional dengan cara melelangnya.
Divestasi saham baru bisa bisa dilakukan dengan cara IPO pada pasar saham Indonesia, jika ke empat pihak tersebut tidak meminati saham yang telah ditawarkan perusahaan tambang mineral PMA. Hal ini tercantum dalam Pasal 10 Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017.
Sujatmiko mengungkapkan, untuk memastikan saham yang dilepas melalui mekanisme IPO dimiliki pihak nasional, pengawasannya akan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Nantikan diawasi OJK," tutur Sujatmiko.