Liputan6.com, Washington DC - Presiden Donald Trump melakukan pemblokiran media di Environmental Protection Agency (EPA) atau Badan Perlindungan Lingkungan. Selain itu ia juga melarang staf melakukan pembuatan kontrak baru atau hibah, sebagai bagian dari komunikasi lebih jauh dengan pihak eksekutif.
Larangan itu terungkap pada Selasa 24 Januari waktu setempat, karena badan tersebut melakukan penundaan atas pelaksanaan setidaknya 30 aturan untuk lingkungan yang harusnya diselesaikan di akhir masa jabat Presiden Obama. Hal itu disebut-sebut berpotensi sebagai langkah pertama untuk menghilangkan peraturan tersebut.
Advertisement
Ringkasan tindakan itu diposting di Federal Register, termasuk daftar panjang peraturan yang mencakup putusan polusi udara beberapa negara yang sudah diperbaharui, standar bahan bakar terbarukan dan batas jumlah cairan formaldehida yang dapat larut dari produk kayu.
Presiden Trump menandatangani perintah itu tak lama setelah pelantikannya pada Jumat 20 Januari. Ia lalu meminta peninjauan penundaan peraturan yang dibekukan terhadap agen federal yang telah diselesaikan dan belum berdampak.
Email yang dikirim kepada staf EPA dan dikaji oleh Associated Press yang dikutip Kamis (25/1/2017), juga merinci larangan spesifik terhadap siaran pers, update blog, atau posting ke akun media sosial lembaga pemerintah.
Pemerintahan Donald Trump juga telah memerintahkan penghentian sementara seluruh kegiatan bisnis baru di departemen tersebut. Termasuk larangan untuk mengeluarkan perintah tugas atau pekerjaan kepada kontraktor EPA.
Perintah tersebut diperkirakan memiliki dampak yang signifikan dan berdampak langsung pada kegiatan EPA skala nasional. Juga terhadap kontrak dengan vendor luar untuk beragam layanan, dari teknik dan ilmu penelitian hingga pasokan kebersihan.
Tak hanya di EPA, perintah serupa terkait pembatasan komunikasi eksternal juga kabarnya telah diterbitkan dalam beberapa hari terakhir oleh pemerintahan Trump. Di antaranya di lembaga federal, termasuk Departemen Perhubungan, Pertanian dan Dalam Negeri.
Dengan perintah terbaru dari Presiden Donald Trump, staf di kantor urusan publik EPA juga diperintahkan untuk meneruskan semua pertanyaan dari wartawan ke Kantor Administrasi dan Sumber Daya Manajemen sebelum dipublikasikan.
"Permintaan media yang masuk akan disaring," kata salah satu direksi. "Hanya yang mengirimkan pesan penting, yang nantinya dapat dibagikan secara luas dan dipubikasikan kepada pers."
Pantauan Pemerintahan Trump di Sosial Media
Dalam aturan terbaru itu, website dan akun media sosial EPA sepertinya juga terkena imbas. Situs yang setiap hari memosting status baru, terlihat tak menunjukkan aktivitas baru sejak Jumat 20 Januari pasca-pelantikan Donald Trump.
Juru bicara Gedung Putih, Sean Spicer mengatakan pada Selasa 25 Januari bahwa ia tidak memiliki informasi khusus tentang pemblokiran tersebut.
"Saya rasa tak mengejutkan, jika ada perubahan administrasi, maka yang akan kita tinjau kebijakannya," kata Spicer.
Doug Ericksen selaku Direktur Komunikasi untuk tim transisi Trump di EPA berharap, larangan komunikasi itu akan dicabut pada akhir pekan ini.
"Kami hanya berusaha untuk mendapatkan pegangan pada segala sesuatu, dan memastikan apa yang keluar mencerminkan prioritas pemerintahan baru," kata Ericksen.
Di luar apa yang tercantum dalam email internal, Ericksen menjelaskan, bahwa pembekuan kontrak dan hibah EPA tidak akan berlaku untuk upaya pembersihan polusi atau kegiatan pembangunan infrastruktur. Badan itu kemudian mengatakan juga akan berusaha untuk menyelesaikan tinjauan tersebut pada Jumat 27 Januari.
Akibat aturan Trump tersebut, lembaga negara yang mengandalkan EPA untuk pendanaan terkena imbasnya. Kendati demikian para pejabat baik dari Demokrat dan Republik mengaku tak menerima informasi dari EPA tentang pembekuan tersebut.
"Kami secara aktif mencari informasi tambahan, sehingga dapat memahami dampak dari tindakan ini pada kemampuan kita untuk mengelola program penting," kata Direktur Eksekutif Departemen Kualitas Lingkungan Utah, Alan Matheson.
Melihat kondisi tersebut, pemimpin Senat Demokrat dari New York, Chuck Schumer mengatakan bahwa pemerintahan Trump harus segera mengembalikan upaya pemblokiran media dan pembekuan kontraktor itu.
"Keputusan ini bisa merusak implikasi, bagi masyarakat di seluruh New York dan negara bagian lain. Mulai dari menunda pengujian untuk sekolah-sekolah, membatasi upaya menjaga air minum bersih hingga pendanaan dan tindakan revitalisasi area beracun industri," papar Schumer.
Direktur Eksekutif kelompok advokasi Public Employees for Environmental Responsibility, Jeff Ruch, mengatakan perintah itu telah melampaui langkah presiden sebelumnya.
"Kami sedang menonton awan gelap Mordor menaungi layanan federal," kata Ruch merujuk pada kerajaan jahat di film The Lord of the Rings.
Ruch mencatat bahwa pos-pos penting di EPA sejauh ini belum dipenuhi oleh perwakilan Republik yang ditunjuk, termasuk calon Trump untuk EPA administrator, Scott Pruitt.
Itu berarti tidak ada personel senior baru di tempat tersebut untuk membuat keputusan.
Pemerhati lingkungan mengatakan perintah itu membuat kaku para staf EPA.
Larangan yang diberlakukan presiden Trump diduga kuat berasal dari kritikan dirinya dan Pruitt terhadap EPA. Keduanya kerap mempertanyakan validitas ilmu iklim yang menunjukkan bahwa Bumi mengalami pemanasan dan emisi karbon buatan manusia yang harus disalahkan.
Staf di Departemen Pertanian juga menerima pesanan untuk tidak menerbitkan rilis berita, foto, lembar fakta dan status di media sosial. Setelah email atas perintah itu bocor ke media, lembaga itu pun membatalkan memo itu.
Di Departemen Perhubungan, karyawan menerima pesan elektronik pada Senin 23 Januari pagi yang sulit untuk ditafsirkan, terkait larangan rilis berita atau posting status ke media sosial.
"Semua orang menjadi sangat berhati-hati," kata karyawan yang identitasnya dirahasiakan.
AP melaporkan pada akhir pekan ini bahwa staf karyawan di Departemen Dalam Negeri untuk sementara diperintahkan untuk berhenti membuat posting ke akun Twitter, setelah akun resmi dari National Park Service me-retweet sepasang foto bandingan massa pendukung di pelantikan Trump dengan kerumunan yang jauh lebih besar saat pengambilan sumpah jabatan Obama.
Trump kemudian salah mengklaim bahwa lebih dari 1 juta orang menghadiri pelantikannya, padahal jubirnya bersikeras bahwa momen itu menjadi yang paling banyak didatangi dalam sejarah pengambilan sumpah presiden AS.
Akun Twitter resmi Taman Nasional Badlands yang menerbitkan serangkaian status mengutip data ilmu iklim, termasuk rekor konsentrasi tinggi karbon dioksida di atmosfer pun sepertinya menjadi sasaran. Tweet pada hari Selasa 24 Januari itu dihapus.
Advertisement