Liputan6.com, Jakarta - Atlantis atau Atlas, kota yang konon berperadaban maju itu raib tanpa jejak. Ia tak pernah menunjukkan keberadaannya hingga dianggap mitos belaka.
Namun, sutradara Titanic, James Cameron berpikir, ia telah menemukan Atlantis. Tim pembuat dokumenter yang ia pimpin menjumpai enam jangkar yang diperkirakan berusia 4.000 tahun di luar pintu masuk Mediterania -- yang dianggap menjadi petunjuk soal peradaban yang hilang itu.
"Kami sedang menyelidiki teori paling menarik yang mengungkapkan ada sejarah di balik mitos Atlantis," kata Cameron, seperti dikutip dari News.com.au, Kamis (26/1/2017).
Baca Juga
Advertisement
Pemimpin ekspedisi, Richard Freund lebih bersemangat lagi. "Ini adalah upaya pencarian (Atlantis) paling canggih dan meluas yang pernah dilakukan di dunia," kata arkeolog dari University of Hartford itu.
Tim menggunakan teknologi terobosan dengan mengeksplorasi peta virtual yang dibuat berdasarkan tulisan kuno Plato.
Ekspedisi tersebut menjelajahi Yunani, Mediterania, dan Samudra Atlantik untuk menemukan jejak-jejak Atlantis.
Sejauh ini, tim telah menemukan serangkaian jangkar dari Zaman Perunggu di Samudra Atlantik, tepatnya di Selat Gibraltar -- yang diyakini menjadi 'Pilar-pilar Hercules di mana peradaban maju itu berada."
"Jangkar-jangkar itu bisa jadi berusia 3.500 hingga 4.000 tahun, yang menunjukkan keberadaan sebuah pelabuhan di Atlantik -- di mana saya sebelumnya tak berani bermimpi bakal menemukannya di sana," kata pembuat film dokumenter, Simcha Jacobovici.
"Ibaratnya, lebih mudah menemukan sebuah jarum di tumpukan jerami, daripada sebuah jangkar dari Zaman Perunggu di Atlantik."
Seri dokumenter National Geographic, Atlantis Rising akan tayang di Amerika Serikat akhir pekan ini.
Fakta atau Dongeng Belaka?
Atlantis muncul dalam dialog Plato, Timaeus dan Critias, yang ditulis sekitar 330 Sebelum Masehi.
Berangkat dari tulisan Plato, lokasi Atlantis telah digambarkan: laut yang bisa dilayari saat itu, di depan mulut "pilar-pilar Herkules", terdapat pulau yang lebih luas dari Libya dan Asia disatukan."
Dengan kata lain, Atlantis versi Plato ada di Samudera Atlantik di luar "pilar Hercules" yaitu, Selat Gibraltar, di mulut Mediterania.
Plato mendeskripsikan sebuah pulau yang bentuknya mirip cincin. Pusatnya adalah kota yang luar biasa di mana penduduknya adalah 'manusia setengah dewa'.
Atlantis, kata Plato, kaya akan sumber daya alam dan logam misterius. Penduduk Atlantis juga petualang samudera yang andal dan gigih.
Tapi, akibat keserakahan mereka, warga Atlantis membikin dewa laut Poseidon marah besar.
Sang dewa pun mengirimkan gempa dan banjir dahsyat yang menenggelamkan Atlantis untuk selamanya.
Namun, tak ada jejak Atlantis yang ditemukan meski teknik oseanografi dan pemetaan bawah laut telah berkembang pesat dalam beberapa dekade.
Ide soal Atlantis kemudian muncul dalam sejumlah karya populer, dari Chariots of the Gods (1968) karya Erich von Daniken hingga tulisan Graham Hancock dalam bukunya Fingerprints of the Gods.
Atlantis kemudian dikaitkan dengan apapun: piramida-piramida yang konon adalah pembangkit untuk memberikan tenaga pada teknologi-teknologinya yang terbilang canggih.
Namun, peradaban kuno yang konon maju itu lenyap, mungkin terkubur di balik es Antartika, di Bahama, Jepang, Indonesia, atau lokasi-lokasi lain yang dianggap misterius.
Lainnya menilai, itu hanya dongeng belaka. Apa yang dikisahkan Plato mungkin sebuah perumpamaan dari sebuah kejadian nyata di masa lalu. Tentang hilangnya sebuah peradaban akibat bencana alam.
Sejumlah ilmuwan menganggap, Plato sedang memberi peringatan pada warga Athena: bahwa bencana akan menjelang jika mereka melupakan para dewa.
Misalnya, bencana Banjir Laut Hitam yang merendam sebagian Eropa pada 5600 Sebelum Masehi, atau cerita tentang peradaban Minoa yang lenyap saat Gunung Santorini meletus dahsyat -- mengirimkan gelombang tsunami ke Mediterania Timur, pada suatu masa sekitar 1600 SM.
Advertisement