Menunggu Transplantasi, Ibu Bertahan Hidup 6 Hari Tanpa Paru-Paru

Demi bertahan hidup dari penyakit genetik yang menyerang paru-paru, seorang ibu harus hidup tanpa paru-paru sambil menunggu transplantasi.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 26 Jan 2017, 15:30 WIB
Melissa Benoit harus hidup 6 hari tanpa paru-paru sambil menunggu transplantasi. (Foto: CNN)

Liputan6.com, Burlington, Kanada Upaya menentukan pilihan antara istrinya mungkin sekarat di tempat tidur atau meja operasi, Chris Benoit memilih sebuah prosedur bedah eksperimental pertama. Para ahli bedah akan mengangkat bukan hanya satu paru-paru tapi kedua paru-paru Melissa Benoit.

Melissa yang bertempat tinggal di Burlington, Ontario, Kanada, tidak bisa berbicara dan tidak sadar selama beberapa waktu. Chris ingat saat pengambilan keputusan pada bulan April 2016. Ia, kakak perempuan, dan adik Melissa terlibat dalam pembicaraan soal keputusan berat yang akan dijalani Melissa.

Faktanya, Melissa Benoit, yang berusia 32 tahun telah menderita selama bertahun-tahun. Ia termasuk pasien cystic fibrosis, penyakit genetika yang menyebabkan lendir di dalam tubuh menjadi lengket. Lendir itulah yang menyumbat saluran pernapasan.

Cystic fibrosis menyerang paru-paru Melissa selama tiga tahun. Ia mengonsumsi antibiotik intravena (pemberian antibiotik lewat infus) tapi ia malah didera flu, yang memicu batuk kronis sehingga rusuknya patah, sesuai ditulis CNN, Kamis (26/1/2017).

Sebelumnya, pada pertengahan Maret, Melissa dilarikan ke  St. Michael Hospital di Toronto. Ia tidak sadarkan diri dan infeksinya makin tidak bisa dikendalikan. Hingga awal April, ia dipindahkan dan dibius. Ventilator dipasang di tubuhnya.

"Dia menderita infeksi bakteri yang kronis melibatkan paru-paru. Bakteri sangat resistan terhadap obat. Meskipun minum antibiotik, itu bisa sangat tidak terkendali," kata Dr Atul Humar, direktur program transplantasi di Toronto General Hospital.

Darah dan nanah memenuhi paru-paru, yang menyebabkan pasien terengah-engah. Bagi Melissa,  ia membutuhkan transplantasi paru-paru. Bahkan ventilator konvensional tidak cukup membantunya bernapas sampai tersedia donor paru-paru.


Bertahan hidup pakai mesin

Untuk membantu Melissa lebih leluasa bernapas dan hidup lebih lama, dokter memasang Novalung dan menyambungkannya pada Extra-Corporeal Lung Support, mesin pendukung kehidupan sementara yang sering digunakan untuk membantu pasien menunggu donor untuk transplantasi.

Caranya, dokter menempatkan novalung di sisi kanan jantung pasien dalam menggantikan fungsi pernafasan. Novalung adalah sistem pendukung paru-paru yang mengoksidasi darah dan biasanya digunakan mendukung pasien yang gagal paru-paru sebelum paru-paru diangkat.

Amanda Sprille, seorang perfusionist yang terlibat dalam prosedur menangani Melissa, menjelaskan, Novalung yang disambungkan ke mesin Extra-Corporeal Lung Support berfungsi seperti paru-paru. Mesin akan mengalirkan darah dari tubuh, mengoksidasi, dan menghilangkan karbon dioksida. Kemudian memompa darah yang dibersihkan kembali ke pasien.

"Infeksi mengambil alih paru-parunya, yang menyebar ke dalam aliran darah sehingga menyebabkan syok septik (tekanan darah turun sampai tingkat membahayakan nyawa). Ini berarti paru-paru tidak bisa berfungsi dan harus melakukan transplantasi paru-paru. Anda tidak dapat melakukan transplantasi terhadap seseorang yang didera shock septik," jelas Amanda.

Namun, Melissa akan mati jika tidak menerima transplantasi paru-paru. Akhirnya, keputusan radikal dibuat. Demi membuat Melissa bertahan hidup, ahli bedah mengangkat kedua paru-parunya. Prosedur ini ternyata belum pernah dilakukan sebelumnya.


Pulih setelah transplantasi

Melissa tak menyangka, perjuangannya untuk hidup tercapai. 

"Saya harus menunggu enam hari sebelum menerima sepasang paru-paru yang sempurna. Bahkan saya tidak pernah punya pengalaman bernapas lewat mesin sebelumnya. Saya selalu merasa seperti bernapas melalui sedotan," ungkap Melissa yang mulai pulih perlahan-lahan setelah menerima transplantasi.

Menurut dokter, setelah pasien menjalani transplantasi paru-paru, penyakit cystic fibrosis tidak akan kembali muncul. Namun, sel genetika cystic fibrosis dapat memengaruhi sistem tubuh lain, termasuk sistem pencernaan.

Dalam pemulihan, paru-paru bekerja dengan baik. Melissa pun harus melakukan rehabilitasi. Kini, ia bisa berjalan-jalan dan hidup lebih normal.

Setelah transplantasi, Melissa menjalani serangkaian rehabilitasi. (Foto: CNN)

Pada awalnya, ia tidak bisa mengangkat lengan, kepala atau jari di ranjang rumah sakit selama berhari-hari. Melissa bersyukur, fisioterapi yang dijalaninya bisa membuatnya kembali berjalan lagi.

Chris bersyukur melihat kesehatan istrinya.

"Dia di sini bersama kami hari ini. Dan itu cukup sebagai hari yang fantastis," kata Chris.

Lebih lanjut, Chris mengajak orang-orang untuk mendonorkan organ. Tentunya, organ yang didonorkan sangat  dibutuhkan bagi pasien yang punya penyakit kronis seperti istrinya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya