Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta direksi PT Garuda Indonesia Tbk untuk tidak bermain-main dengan rencana pengembangan armada pesawat (fleet plan) yang sudah disusun. Hal ini menjadi catatan penting bagi maskapai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut agar tidak mengulang kesalahan dalam pembelian pesawat sehingga menghasilkan pemborosan hingga US$ 94 juta per unit.
Wakil Ketua BPK Achsanul Qosasi menyatakan, berdasarkan hasil audit laporan keuangan Garuda Indonesia dalam kurun waktu 2011-2015, ada beberapa temuan BPK yang sudah disampaikan kepada perseroan.
Temuan yang menjadi catatan tersebut terkait masalah penyusunan fleet plan, sehingga menyebabkan pemborosan bagi maskapai penerbangan tersebut. Dalam periode tersebut, posisi Direktur Utama dipegang Emirsyah Satar (2005-2014).
"Penyusunan fleet plan 2011-2015 tidak didukung kertas kerja yang memadai dan tidak sesuai Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2011-2015, sehingga perencanaan pembelian pesawat tidak valid dan tidak sesuai kebutuhan Garuda," ujar Achsanul saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (27/1/2017).
Baca Juga
Advertisement
Kesalahan tersebut, kata dia, mengakibatkan penggunaan pesawat tidak optimal. "Rencananya 144 pesawat di 2015, tapi faktanya sampai dengan 2014, sudah ada 169 pesawat," jelasnya.
Achsanul menambahkan, catatan dalam audit lainnya adalah pembelian pesawat dengan tipe dan dalam jumlah yang tidak tercantum dalam fleet plan. Di mana sebenarnya tidak ada kajian mengenai hal tersebut.
"Akibat salah menyambil keputusan, ada selisih harga senilai US$ 100 juta dan pemborosan keuangan senilai US$ 94 juta per unit. Pesawat pun tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena rute tidak sesuai dengan jenis pesawat," paparnya.
Kata dia, pesawat yang dibeli Garuda Indonesia, yakni menggunakan mesin dari pabrikan Rolls Royce asal Inggris. "Beli pesawat sekaligus mesin dan interiornya. Jenis mesinnya Rolls Royce," ucap Mantan Anggota DPR itu.
Atas hasil temuan tersebut, Achsanul mengungkapkan, belum ada tindaklanjut dari manajemen Garuda Indonesia. Namun BPK mewanti-wanti emiten berkode GIAA tersebut untuk menjalankan fleet plan yang sudah disepakati bersama.
"Direksi baru tidak bisa berbuat apa-apa. Cuma hal ini jadi catatan bagi direksi baru untuk tidak main-main dengan fleet plan yang sudah diputuskan bersama pemegang saham," pungkasnya.