Liputan6.com, New York - Harga emas kembali tertekan pada penutupan perdagangan sesi ketiga Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Kekawatiran bahwa kestabilan politik dan ekonomi bakal tertanggu mereda.
Mengutip Wall Street Journal, Jumat (27/1/2017), harga emas untuk pengiriman Februari ditutup turun 0,7 persen ke level US$ 1.189,80 per troy ounce di divisi Comex New York Mercantile Exchange.
Sesaat setelah Donald Trump dilantik menjadi presiden AS, kekhawatiran muncul di kalangan pelaku pasar bahwa kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh konglomerat tersebut akan mengganggu kestabilan ekonomi dan politik.
Baca Juga
Advertisement
Namun saat ini kekhawatiran tersebut telah menghilang dan berganti dengan keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi bakal melaju yang terdorong dengan beberapa kebijakan yang pro pertumbuhan.
Harapan akan percepatan pertumbuhan ekonomi, kenaikan angka inflasi dan juga suku bunga mengangkat nilai tukar dolar AS, imbal hasil obligasi dan pasar saham. Hal tersebut melemahkan permintaan akan logam mulia sehingga menekan harga emas.
WSJ Dollar Index naik 0,5 persen di angka 91,24 Indeks Dow Jones Industrial Average juga naik 0,2 persen menjadi 20.102,56. Sedangan imbal hasil obligasi pemerintah berjangka waktu 10 tahun naik menjadi 2,510 persen dari 2,467 persen.
Meskipun di awal tahun ini terjadi tren pelemahan harga emas, para analis tetap memperkirakan bahwa harga emas akan kembali merangkak naik seiring dengan belum stabilnya ekonomi global dan masih terjadinya konflik di beberapa wilayah.
Analis U.K. stockbroker Panmure Gordon meramalkan bahwa harga logam mulia akan pulih dan bakal menjadi surga bagi para pelaku pasar. Hal tersebut berdasarkan dari hasil analisis bahwa masih akan ada ketidakpastian pada kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh Presiden Trump.