Donald Trump Diprediksi Tak Akan Lama Berkuasa di AS, Kenapa?

Mantan Menlu RI menyatakan Trump selalu mengeluarkan kebijakan populis yang belum terbiasa diterapkan di AS.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 27 Jan 2017, 13:00 WIB
Pelantikan Donald Trump sebagai presiden ke 45 Amerika Serikat. (Sumber Washington Post)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Luar Negeri RI Hasan Wirajuda memprediksi kepemimpinan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam menjalankan roda pemerintahan.

Menurutnya, bagaimana miliarder nyentrik ini memimpin belum bisa dinilai sampai sekarang.

"Jadi kita masih akan lihat proses penentuan kebijakannya. Mungkin dalam tiga sampai enam bulan," sebut Hasan di kantor CSIS, di Jakarta, Jumat (27/1/2017).

Meski demikian, Hasan mengatakan, bukan berarti arah kebijakan Trump ke depan tak bisa diterka. Untuk saat ini, politikus Partai Republik AS tersebut kerap mengeluarkan kebijakan yang populis.

Seperti keluar dari TPP, tetap kukuh membangun tembok di perbatasan AS dan Meksiko, serta memecat puluhan duta besar dari masa pemerintahan sebelumnya.

Dijelaskan, keputusan Trump dalam menjalankan kebijakan populis yang disukai masyarakat AS, dilakukannya sejak kampanye. Cara diyakini sebagai faktor utama untuk merebut kursi kepresidenan.

"Trump sebagai politikus dan pebisnis cukup cerdik memilih tema melalui platform politik yang populis tadi. Pemilih ditakut-takuti isu seperti imigrasi dan Islamphobia, terorisme, dan globalisasi," sebut dia.

"Trump menang dengan janji-janjinya itu, platform politiknya lebih menggunakan sesuatu yang emosional tidak didasari politik rasional," tambah Hassan.

Melihat fakta tersebut, walau warga AS suka dengan isu yang dibawa suami Melania ini, Hassan tak yakin jabatan Trump akan bertahan lama. Sebab, masyarakat AS sebenarnya terbiasa dengan pemerintahan yang rasional.

"Hampir 25 tahun Amerika cukup stabil dari Clinton, Obama, dan Bush," kata Hassan.

"Saya enggak bisa bayangkan dengan munculnya Trump dengan kebijakan populis bisa bertahan lebih dari 4 tahun. Proyeksinya is a risky business," tegas Hassan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya