Liputan6.com, Yogyakarta - Panitia membenarkan ada peserta Diksar Mapala Unisi UII yang bertajuk The Great Camping ke-37 di lereng Gunung Lawu yang berniat mengundurkan diri. Peserta itu adalah Syaits Asyam, salah satu korban tewas Diksar Mapala UII.
Ketua Pelaksana TGC ke-37 Wildan Nuzula menyampaikan pengajuan pengunduran diri disampaikan Syaits saat mengikuti materi lapangan di Tawangmangu, Karanganyar.
"Memang ada salah satu dari almarhum (Syaits Asyam) minta mengundurkan diri," ujar Wildan dalam jumpa pers di Ruang Sidang Kampus UII Jalan Cik Ditiro Kota Yogyakarta, Jumat, 27 Januari 2017.
Namun, panitia menolak pengunduran diri Asyam itu. Wildan beralasan, peserta yang mengundurkan diri tidak bisa langsung pulang, melainkan harus menunggu peserta lain agar pulang bersama-sama.
"Kami menginginkan pergi 37, balik 37. Diusahakan mereka bersama dari awal sampai terakhir," ujar Wildan.
Menurut Wildan, alasan Asyam mengundurkan diri disebabkan cuaca ekstrem yang terjadi di wilayah Tawangmangu. "Yang ingin mengundurkan diri itu karena cuaca sangat buruk sekali. Mungkin karena pengaruh cuaca hujan terus badai," kata dia.
Wildan juga mengungkapkan saat mengikuti materi lapangan survival, semua bawaan dititipkan ke panitia. Karena sebelumnya peserta telah dibekali materi pertahanan hidup di hutan dengan makanan yang bisa dimakan dan tidak, peserta hanya membawa air satu jerigen, peralatan masak, kompor, bahan bakar padat, garam, benda tajam untuk memotong serta alat makan.
Baca Juga
Advertisement
"Survival peserta itu survival statis yang tidak berpindah tempat atau statis. Peserta membangun flying camp di tempat yang sudah ditentukan panitia dan berjalan di sekitar flying camp mencari makanan. Memberikan batasan wilayah peserta mencari makanan. Jarak basecamp panitia (dengan peserta) sekitar 1,5 km," tutur dia.
Keterangan yang disampaikan Wildan itu agak berbeda dengan pernyataanya sebelumnya. ia menyebut Asyam tidak mengikuti latihan lapangan karena hasil tes kesehatan tidak memungkan. Asyam juga disebut sepanjang waktu beristirahat di basecamp.
Sebelumnya, seorang peserta diksar Mapala UII bernama M Rahma Daniel saat ditemui Menristekdikti M Nasir di RS Jogja Internasional Hospital (JIH) mengakui adanya kekerasan yang menimpa dirinya dan peserta lainnya.
Kekerasan berupa pukulan didapat peserta tidak selalu karena telah melakukan kesalahan. Ia menyebut pemukulan dan penamparan oleh panitia sebagai standar operasional prosedur yang ditetapkan oleh panitia sendiri.
"Prinsipnya kalau nggak sanggup dan mengundurkan diri, semakin azab. Tambah dihabisi. Pokoknya harus sampai selesai. Mundur dipaksa. Mundur dipukuli," kata Rahma.