Liputan6.com, Jakarta Banyak orang berusaha untuk menghilangkan strech marks mereka dengan berbagai cara. Ada juga mereka yang berusaha mencegahnya, sebelum stretch marks terjadi--misalnya mengoleskan losion secara rajin saat hamil.
Namun sayangnya, semua itu bisa jadi sia-sia. Menurut riset yang diterbitkan dalam Journal of Investigative Dermatology, genetik ternyata memiliki peran penting dalam menentukan apakah Anda akan memiliki stretch mark atau tidak.
Advertisement
Untuk studi ini, melansir Women's Health, Senin (30/01/2017), para peneliti dari perusahaan genetik pribadi 23andMe, meneliti DNA dari 33.390 orang. 4.967 darinya adalah wanita dengan stretch mark kehamilan yang parah.
Para peneliti kemudian menemukan, mutasi di dalam atau di dekat beberapa gen spesifik--ELN, SRPX, HMCN1, dan TMEM18--meningkatkan risiko partisipan untuk memiliki stretch marks sampai 40 persen.
Salah satu gen tadi, ELN (alias elastin) adalah yang paling kuat hubungannya dengan stretch marks, terutama saat kehamilan. Elastin adalah komponen utama dari serat elastik, yang membantu jaringan tisu meregang dan kembali.
Jadi, walaupun tekanan ekses pada kulit adalah penjelasan singkat untuk stretch mark, beberapa orang lebih rentan mengalaminya dibanding yang lain, ujar penulis penelitian, Joyce Tung, Ph.D., direktur riset di 23andMe.
Misalnya, hanya 25 persen pria dilaporkan memiliki stretch marks, sedangkan ada 55 persen wanita yang memilikinya.
"Sebelumnya, tidak ada varian genetik yang diketahui berhubungan dengan stretch marks," ujar Tung, yang berharap bisa menemukan perawatan yang lebih efektif untuk stretch mark yang menargetkan pada produksi elastin.