Liputan6.com, Jakarta - Pemenang Kompetisi Film Pendek Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2017 telah diumumkan. Terdapat dua kategori pemenang dalam kompetisi tersebut, yakni pilihan penonton dan pilihan juri.
Film pendek berjudul 'Ibu dan Anak Perempuannya' karya Sutradara Happy Salma dan Yohanes Jendral Gatot Subroto terpilih menjadi pemenang pilihan penonton.
Advertisement
Film tersebut mengeksplorasi sebuah percakapan tentang kehidupan dan rahasia yang terjadi antara ibu dan anak perempuannya. Akting yang natural, framing, dan teknik pengambilan gambar long shot dinilai menjadi kekuatan dalam film 'Ibu dan Anak Perempuannya'.
"Ibu dan anak punya script writing yang bagus sekali, dia punya akting yang bagus juga. Walaupun secara teknis masih banyak kekurangannya, tapi dua hal tadi kita dikasih impact di bagian akhir," ujar salah satu juri yang merupakan sutradara muda asal Indonesia, Kamila Andini.
Sutradara peraih penghargaan asal Australia yang menjadi salah satu juri dalam Kompetisi Film Pendek FSAI 2017, Jennifer Parrott, juga mengaku kagum dengan film 'Ibu dan Anak Perempuannya'.
"Saya sangat kagum bahwa film itu diambil dalam sekali pengambilan, dan pengungkapan yang emosional di akhir film," kata Jenniffer.
Sementara itu, film pendek yang disutradari oleh Mahesa Desaga, 'Nunggu Teka', terpilih menjadi pemenang pilihan panel juri yang terdiri dari Thomas Caldwell, Jennifer Perrott, dan Kamila Andini.
"Film itu memiliki kontrol tone yang luar biasa, kontrol yang jelas dalam penceritaannya, gambarnya diambil dengan indah, penampilannya sesuai, dan akhir filmnya yang sangat menyentuh," ujar Jenniffer Parrott, saat ditanya mengapa 'Nunggu Teka' dipilih menjadi pemenang.
Menurut Kamila Andini, 'Nunggu Teka' layak dipilih menjadi pemenang pilihan juri dalam Kompetisi Film Pendek FSAI 2017.
"Nunggu Teka konsisten sekali film directing-nya dari awal sampe akhir. Meski cuma di satu tempat, sutradaranya memikirkan suasana lainnya, konsisten, dan utuh," ujar Kamila yang ditemui Liputan6.com seusai pengumuman pemenang pada Minggu, 29 Januari 2017.
"Kita suka temanya, karena sangat universal buat dua juri lainnya yang kebetulan orang Australia. Film ini universal banget dan bisa direfleksikan di belahan dunia mana pun, tapi menjadi sangat otentik saat suasananya Lebaran. Jadi itu kenapa kita memilih 'Nunggu Teka'," imbuh Kamila Andini yang dikenal sebagai sutradara film 'Sendiri Diana Sendiri'.
Sementara itu, Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, yang turut hadir dalam ajang penghargaan tersebut mengungkapkan ketertarikannya terhadap kompetisi film pendek yang baru pertama kali diadakan dalam FSAI.
"Apa yang menarik untuk saya tentang Kompetisi Film Pendek adalah, sangat mudah bagi banyak orang untuk memasuki dan mencobanya," ujar Dubes Grigson. Ia menambahkan, hal itu merupakan kesempatan yang bagus bagi Indonesia dann Australia untuk bekerja sama dalam bidang tersebut.
Dubes Grigson juga memberikan komentar positif terkait dua judul film yang menjadi pemenang dalam Kompetisi Film Pendek FSAI 2017.
"Ceritanya sangat kuat bahkan berhubungan dengan keluarga, dan itu adalah dua film pendek dengan cerita kuat yang terus saya bicarakan. Mungkin film pendek Indonesia dan Australia memiliki genre berbeda tapi sama-sama memiliki cerita yang kuat," ujar Dubes Grigson.
Nunggu Teka
Nunggu Teka terpilih menjadi pemenang Kompetisi Film Pendek FSAI 2017 pilihan juri. Film tersebut terinspirasi dari keinginan sang pembuat film untuk memahami perasaan orang tua di saat anaknya, terutama ibu, yang menunggu kabar dari anak-anaknya.
Ditemui setelah menerima penghargaan, sutradara Nunggu Teka, Mahesa Desaga, mengutarakan kegembiraannya setelah film tersebut dipilih menjadi pemenang Kompetisi Film Pendek FSAI 2017.
"Yang jelas bangga karena film ini memang kita tujukan buat seluruh ibu yang melahirkan kita. Jadi ketika film ini bisa diapresiasi dengan baik dan bisa diberikan kesempatan seperti ini, kita seneng banget karena punya peluang bahwa film ini akan diperbicangkan orang banyak," ujar Mahesa.
Pemenang Kompetisi Film Pendek FSAI 2017 pilihan juri, akan mendapat kesempatan untuk menghadiri Melbourne International Film Festival.
Lantas apa yang akan dilakukan Mahesa di sana?
"Saya ingin mencari tahu bagaimana sinema di Australlia secara umum, mungkin Melbourne secara khusus, tentang sejauh mana mereka berbicara tentang film, menempatkan film seperti apa, dalam konteks film pendek mereka punya bentuk-bentuk film pendek seperti apa," ujar Mahesa.
"Karena saat berada di sana benar-benar mengenal karakter filmnya, arahnya kemana, dan itu akan membuka jalan baru untuk memperlakukan film," imbuh dia.
Pria yang belajar produksi film secara otodidak tersebut, mengaku telah mendesain hal-hal yang kental dengan Indonesia saat filmnya kelak diputar dalam festival internasional.
"Di situ jadi ruang bagi kita untuk menunjukkan suasana Indonesia, apalagi ini suasana bulan yang sangat spesifik, puasa. Dan itu yang kita desain dari awal, ketika ditonton oleh orang luar, secara kultur hal-hal apa aja sih yang mereka bakal notice," ujar Mahesa ketika bercerita tentang filmnya yang mengambil setting Bulan Ramadhan dan Lebaran.
Mahesa yang menempuh pendidikan sarjana dengan jurusan Hubungan Internasional (HI) itu, mengaku bahwa melalui film dirinya bisa berbicara banyak soal ilmunya.
"Malah dengan film saya bisa berbicara lebih banyak dan lebih dalam soal ilmu saya. Kalau di HI kan kita bicara konflik dan macem-macem yang sifatnya besar, padahal sifat besar besar ini dimunculkan dari hal-hal kecil, problemnya dari manusianya," jelas Mahesa.
"Saya merasa bahwa problem kita hari ini karena manusia. Jadi mungkin berangkat dari situ saya merasa lebih nyaman ketika berbicara tentang hal yang personal atau hal tentang manusia," imbuh dia.
Advertisement