Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua KPK Antasari Azhar telah bebas murni setelah mendapatkan grasi dari Presiden Jokowi. Ia pun tengah berupaya membersihkan nama baiknya atas kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di DPR, Didik Mukrianto menilai, tak ada yang istimewa dengan apa yang tengah dilakukan Antasari Azhar.
Advertisement
"Hukum adalah alat pencari keadilan bagi siapapun, baik keluarga korban, Antasari Azhar maupun pihak lain yang terkait. Jadi tidak menjadi sesuatu yang istimewa apabila ada pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk menempuh upaya hukum," kata Didik kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (30/1/2017).
Anggota Komisi III DPR ini menuturkan, sebagai negara hukum tentu pemerintah Indonesia harus bisa memastikan setiap warga negara mendapat perlakuan dan tempat yang sama di hadapan hukum.
"Demikian juga setiap warga negara harus menjunjung tinggi hukum. Tidak terkecuali Antasari Azhar," tutur dia.
Didik berujar, di satu sisi menjadi pengetahuan semua bahwa Antasari Azhar sudah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana.
"Mulai pengadilan tingkat pertama dan juga peninjauan kembali. Bahkan yang bersangkutan juga sudah menjalani pidananya. Belum lagi Antasari Azhar juga mengajukan permohonan grasi dan dikabulkan oleh Presiden Jokowi," ujar dia.
Dalam perspektif hukum, tidak diragukan bahwa Antasari Azhar telah terbukti melakukan tindak pidana.
"Lengkap sudah beliau mengajukan upaya hukum untuk membuktikan ketidakbenaran tuntutan, dakwaan, dan putusan yang dijatuhkan terhadap Antasari Azhar. Apa boleh buat ternyata hukum terbukti lain, keadilan membuktikan itu," papar dia.
Namun, ia mengingatkan, penyelesaian kasus harus berdiri di atas penegakan hukum yang sebenarnya. Penegak hukum harus tegak kepada kepentingan hukum.
"Penegak hukum harus independen dan berpegang kepada aturan hukum yang berlaku agar hukum dan keadilan tegak, dan juga wajib memedomani dan melaksanakan putusan pengadilan yang terkait," ujar Didik.