Liputan6.com, Jakarta - Salah satu tantangan terberat Jakarta sebagai Ibukota negara adalah menghadapi persaingan dengan kota-kota di sekitarnya yang tumbuh pesat. Kalau tidak fokus pada fungsinya sebagai kota jasa dan perdagangan, Jakarta diprediksi akan semakin tertinggal. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) bidang Tata Ruang, Hari Ganie, yang ditulis Liputan6.com, Senin (30/1/2017).
Hari menyebutkan kawasan Bodetabek saja, kini terus melebar. Kalau dulu di wilayah barat pertumbuhan kota hanya sampai Tangerang, maka sekarang sudah sampai ke Maja. Begitu pula di wilayah timur, tidak hanya Bekasi yang tumbuh pesat, tetapi juga sudah mencapai Cikarang dan Kerawang. Inilah sebenarnya pesaing-pesaing langsung Jakarta di rejional Bodetabek.
“Dengan begitu, Jakarta sebenarnya bukan bersaing dengan kota-kota besar dunia lainnya, karena secara fungsi Jakarta justru menghadapi persaingan dengan kota-kota di sekitarnya. Ini yang harus diantisipasi Jakarta,” kata Hari.
Supaya bisa bersaing, Jakarta harus fokus pada hal-hal strategis perkotaan yang berkaitan dengan fungsi Jakarta sebagai kota jasa dan perdagangan. Penataan ruang harus benar-benar diarahkan sesuai fungsi tersebut.
“Fungsi Jakarta itu adalah sebagai kota jasa dan perdagangan. Jangan kemana-mana, jangan melebar ke semua fungsi. Saya kira Jakarta fokus saja bagaimana melayani kebutuhan warga, stakeholder, investor, dan pelaku usaha,” ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
Sejumlah kawasan industri yang masih beroperasi di Pulo Gadung, Cakung dan Daan Mogot, ujar dia, dialihkan saja seluruhnya ke Bekasi atau Tangerang. Begitu juga fungsi sebagai tujuan wisata biar dilakukan daerah peyangga yang ada di selatan seperti Bogor dan Cianjur.
Hal lain yang penting dilakukan Gubernur DKI Jakarta terpilih nantinya adalah membangun koordinasi dan komunikasi yang baik dengan pemerintah daerah yang ada di sekitar Jakarta untuk menjamin kebutuhan dan infrastruktur sebagai kota jasa perdagangan terpenuhi.
Hari memaparkan saat ini Jakarta sudah memasuki kondisi rawan air bersih, karena pasokan air dari Waduk Jatiluhur semakin berkurang. Jika dibiarkan, maka bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan Jakarta mengalami krisis air bersih.
“Persoalan-persoalan penting seperti kepastian pasokan air bersih ini seharusnya mendapat perhatian, dan secepat mungkin ada konsensus-konsensus dengan daerah-daerah peyangga terkait kebutuhan dasar warga Jakarta,” tegas praktisi perencana kota tersebut.
Hal senada diungkapkan Dhani Muttaqin, Ketua IAP DKI Jakarta. Dia berharap semua stakeholder kota secara sadar mengetahui dan memahami hak dan kewajiban serta menjalankan peran masing-masing dalam pembangunan kota yang didasari oleh nilai-nilai pluralisme.
IAP Jakarta pemimpin Ibukota lebih mengerti dan memahami persoalan tata ruang. Terutama dalam mengawal realisasi produk tata ruang dan menegakkan hukum terhadap pelanggaran tata ruang. Apalagi saat ini, realitas perkembangan kota Jakarta telah banyak pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).